Kapasitas utang luar negeri bank bertambah



JAKARTA. Pelonggaran aturan pinjaman luar negeri bank akan menguntungkan perbankan.  Sebab, perbankan  bisa memiliki ruang yang lebih besar untuk melakukan pinjaman luar negeri.

Seperti diketahui, Bank Indonesia (BI) melonggarkan aturan pinjaman luar negeri. Aturan yang tertuang dalam PBI No. 15/6/PBI/2013 itu mengatur, giro milik investor asing yang merupakan hasil divestasi tak lagi dianggap sebagai utang luar negeri jangka pendek. Sebelumnya, giro hasil divestasi yang disimpan di bank dianggap sebagai utang luar negeri.

Padahal, saldo harian pinjaman luar negeri bank dibatasi sebesar 30% dari modal bank. "Dengan pengecualian ini, kapasitas pinjaman luar negeri bank bertambah besar," ujar Direktur Eksekutif Hubungan Masyarakat BI, Difi A. Johansyah.


Senior Vice President dan Head of Internasional Bank BNI, Firman Wibowo, menilai, relaksasi utang luar negeri jangka pendek akan membantu kebutuhan likuiditas bank. "Sehingga, aset bank tetap terjaga," kata Firman.

Segendang sepenarian, Bayu Wisnu Wardhana, Direktur Bank Hana, mengatakan pelonggaran pinjaman luar negeri bank turut melonggarkan likuiditas dollar di dalam negeri. "Dengan begitu, bank akan terbantu," ujar Bayu.

Namun, Firman mengingatkan, perbankan harus memperhatikan beberapa hal jika ingin melakukan pinjaman luar negeri. Misalnya, melakukan lindung nilai pada nilai mata uang untuk menjaga risiko dan memilih bunga utang luar negeri yang tepat. "Jika ke depan tren bunga utang mengalami kenaikan, sebaiknya pilih kesepakatan fix rate (bunga tetap)," kata Firman, kepada KONTAN, Rabu (4/9).

Sebaliknya, jika tren bunga utang menurun, bank bisa memilih kesepakatan bunga variable rate. Menurut Firman, pada dasarnya, tingkat bunga pinjaman dari luar negeri lebih murah ketimbang di dalam negeri. "Kami memilih bunga utang sekitar 60 bps + LIBOR sampai 70 bps + LIBOR," tambahnya.

Bank belum berminat

Meski kapasitas pinjaman luar negeri lebih besar, bank tampaknya belum tertarik memanfaatkan pelonggaran aturan itu. Bayu mengatakan,  akan mempertimbangkan memperbesar pinjaman luar negeri dengan melihat pertumbuhan bisnis Bank Hana. Saat ini, posisi pinjaman luar negeri Bank Hana mencapai sekitar US$ 50 juta.

Sementara, BNI tampaknya belum berniat memperbesar pinjaman luar negeri. Firman mengatakan, kebutuhan utang luar negeri BNI tidak besar, yakni Rp 12 triliun atau  10% dari modal BNI sebesar Rp 40 triliun. "Kami lebih memilih pinjaman valuta asing (valas) dari bank dalam negeri," ujar Firman.

Senada. Presiden Direktur Bank OCBC NISP, Parwati Surjaudaja, mengatakan belum akan memanfaatkan pelonggaran pinjaman luar negeri bank. Sebab, jumlah utang luar negeri Bank OCBC NISP tidak terlalu besar.

Sayang,  Parwati enggan menyampaikan porsi utang luar negeri Bank OCBC NISP. Yang jelas, "Kami belum bisa memanfaatkan peluang baru ini," kata Parwati.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: A.Herry Prasetyo