Kapitalisasi pasar hangus Rp 2.649 triliun, akuisisi emiten bisa lebih murah



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terkoreksi hingga 36,67% sejak awal tahun hingga Senin (23/3). Koreksi yang dalam juga dialami oleh saham-saham LQ45. Secara year to date, indeks LQ45 menurun hingga 42,49%.

Tidak mengherankan jika kapitalisasi pasar atau market capitalization (market cap) saham-saham LQ45 dan IHSG turut lesu. Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia, nilai kapitalisasi pasar bursa turun 36,46% sejak awal tahun. Total kapitalisasi pasar bursa hangus Rp 2.649 triliun dalam kurang dari tiga bulan menjadi Rp 4.616 triliun pada Senin (23/3).

Berdasar penelusuan Kontan.co.id, ada delapan emiten yang tergabung dalam LQ45 yang memiliki kapitalisasi pasar lebih rendah dibandingkan dengan kas dan setara kasnya. Selisih paling dalam dialami oleh BBTN (Rp 21,92 triliun), diikuti BBNI (Rp 18,58 triliun), dan PTPP ( Rp 5,88 triliun).


Baca Juga: Sudah Turun 38% Sejak Awal Tahun, Saham LQ45 Masih Bisa Lebih Murah

Melilhat hal ini, Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana menjelaskan, kapitalisasi pasar yang lebih rendah dibandingkan kas dan setara kas yang dimiliki perusahaan menggambarkan investor yang sangat pesimistis dengan kondisi perusahaan. Rasa pesimistis ini yang kemudian membentuk market cap yang rendah.

Sehingga, saham-saham tersebut menjadi sangat murah. "Jadi sangat susah melihat fundamental, lagi lebih kepada sentimen negatif," jelas Wawan ketika dihubungi Kontan.co.id, Senin (23/3).

Selain itu, investor lebih mementingkan dana secara tunai atau cash dibandingkan aset. Hal inilah yang semakin menekan kapitalisasi pasar.

Baca Juga: Simak rekomendasi untuk 10 saham LQ45 yang anjlok paling dalam

Kapitalisasi pasar bursa yang terus turun ini tidak terlepas dari kekhawatiran investor terhadap penyebaran virus corona ke kinerja emiten-emiten. Menurut Wawan, memangĀ  tidak ada satu sektor pun yang akan luput terdampak Covid-19.

Akan tetapi, untuk sektor perbankan tantangannya akan menjadi lebih berat. Sebab, perlambatan ekonomi memicu semakin banyak kredit macet. "Tetapi secara riilnya pasti penerimaannya akan turun," imbuh Wawan.

Menurut Wawan, setelah virus corona terkendali dan mulai terlihat dampak kerugian ekonominya, investor baru bisa mengukur dampaknya ke emiten-emiten yang ada. Untuk saat ini Wawan melihat investor masih meraba-raba dan penurunan masih mungkin akan terjadi.

Baca Juga: Valuasi murah, investor bisa mulai cicil beli saham-saham yang dilepas asing ini

Jika market cap terus tertekan, bisa saja terjadi take over karena harga saham sesuatu emiten sudah begitu murah. Akan tetapi hal ini tergantung dengan struktur pemegang sahamnya.

"Struktur kepemilikan sahamnya seperti apa, kalau lebih banyak dipegang publik, memungkinkan diborong salah satu pihak, sehingga bisa take over suatu perusahaan," jelasnya. Kemungkinan ini bisa terjadi di perusahaan-perusahaan swasta, bukan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Selain itu, kapitalisasi pasar yang terus tertekan berdampak pada perusahaan-perusahaan yang menjadikan sahamnya sebagai jaminan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati