JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali menguat. Kamis (29/8), IHSG naik 1,92% ke 4.103,59. Tapi, jika dihitung dari rekor tertinggi di 5.214,98 pada 20 Mei lalu, IHSG sudah longsor 21,31%. Tak pelak, longsornya IHSG itu membuat nilai kapitalisasi pasar Bursa Efek Indonesia (BEI) pun tergerus hebat. Saat, IHSG menggapai rekor tertinggi, nilai kapitalisasi bursa saat itu tercatat Rp 5.020 triliun. Nah, kemarin, nilai kapitalisasi pasar bursa tercatat Rp 4.037 triliun. Artinya, dalam kurun waktu sekitar tiga bulan, nilai kapitalisasi pasar BEI luruh Rp 983 triliun atau setara 19,58%.
PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) masih menjadi emiten dengan nilai kapitalisasi pasar terbesar di bursa. Namun nilainya kini tinggal Rp 279 triliun, turun 27,53% dari saat indeks membukukan rekor tertinggi. Menyusul PT Astra International (ASII), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM), PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Unilever Indonesia Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), dan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI). Edwin Sebayang, Kepala Riset MNC Securities mengatakan, saham yang cukup dominan menggerakkan IHSG saat ini adalah saham emiten perbankan. Hitungan Edwin, saham perbankan kini berkontribusi sekitar 30% dari pergerakan IHSG. Saat pasar volatile karena kondisi ekonomi makro dan regional yang memburuk, saham perbankan tergerus banyak. "Kejatuhan IHSG merata memukul semua sektor. Namun yang terdalam masih perbankan," jelas Edwin. Menurut Edwin, kini justru emiten pertambangan dan telekomunikasi yang berpotensi mendorong pergerakan indeks. Terbukti TLKM menyodok posisi BBCA. Mulai akumulasi Reza Priyambada, Kepala Riset Trust Securities menambahkan, saat kondisi pasar turun, emiten berkapitalisasi pasar besar yang paling banyak tergerus adalah sektor perbankan, konsumer, dan properti. Sebab, setelah Bank Indonesia (BI) mengerek suku bunga dan terjadi tekanan inflasi, saham sektor perbankan menderita tekanan jual paling tinggi. Asal tahu saja, kapitalisasi pasar menjadi salah satu faktor pertimbangan bagi pelaku pasar yang ingin berinvestasi dalam jangka panjang. Emiten berkapitalisasi pasar besar, selalu menjadi incaran investor asing. Hengkangnya investor asing dari bursa saham Indonesia, menyebabkan saham-saham big caps memimpin penurunan indeks.
Lucky Bayu Purnomo, analis Danareksa Sekuritas mengatakan, potensi IHSG rebound masih terbatas. Kata Lucky, emiten di sektor pertambangan punya potensi yang cukup menarik belakangan ini. Harga saham emiten pertambangan big caps seperti PTBA, ANTM, dan TINS, sudah berada di posisi yang cukup murah, sehingga investor punya potensi bagus untuk mulai melakukan akumulasi. "Apalagi emiten tambang dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) juga didorong buyback sehingga menjadi sentimen positif," jelas Lucky. Menurut Lucky, inilah saatnya investor mengakumulasi saham emiten yang masih berada di bawah nilai pasar. "Jangan menguji saham second liner. Lebih baik mulai saja akumulasi big caps," sarannya. Selain saham tambang, ia juga merekomendasikan saham-saham yang berada dalam Indeks LQ45 yang sudah cukup murah, seperti saham WIKA dan ADHI. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yuwono Triatmodjo