Kapolri: Revisi UU Anti-Terorisme agar penanganan kasus terorisme komprehensif



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah akan melakukan upaya-upaya secara komprehensif dalam mencegah dan menanggulangi aksi terorisme di tanah air.

Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan upaya komprehensif yang diinginkan oleh Polri sendiri yakni dengan mempercepat pembahasan RUU Anti-Terorisme.

Pasalnya di UU yang lama yakni UU No. 15/2003 terlambat secara komprehensif dan lebih mengacu kepada kasus bom Bali saja. "Dengan UU baru bisa komprehensif dengan melibatkan banyak pihak tapi tetap menghargai nilai-nilai demokrasi dan HAM , jadi penanganan serta pencegahan melibatkan banyak pihak," ungkap Tito kepada wartawan usai rapat terbatas di Kantor Kepresidenan, Selasa (22/5).


Tak hanya itu, pihaknya juga menilai revisi UU No. 15/2003 ini didesain sangat baik. Karena sejatinya, aksi terorisme merupakan permasalahan yang kompleks mulai dari ekonomi, ideologi bernegara, keadilan, ketidakpuasan dalam pemerintah yang memang perlu ditangani secara bersama-sama.

Sehingga nantinya penanganannya akan dilakukan oleh  36 Kementerian dan Lembaga, tergantung dari permasalahan yang dialami. Untuk itu pihaknya dalam hal ini pemerintah dan DPR RI akan memprioritaskan pembahasan RUU Anti-Terorisme.

"Diupayakan pada waktu pembukaan sidang usai masa reses (akhir bulan ini) pembahasan RUU ini akan jadi prioritas untuk dibicarakan, memang ada problem sedikit masalah kata-kata di dalam definisi," jelas Tito.

Meski begitu, ia mengklaim pembahasan soal definisi itu sudah selesai di tingkat pemerintah. Selain dari landasan hukumnya, Polri juga akan berupaya melakukan soft power untuk membendung ideologi terorisme.

Hal itu sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo yang meminta untuk menyeimbangkan dengan pendekatan soft power dengan hard power.

"Saya minta pendekatan soft power yang kita lakukan bukan hanya dengan memperkuat program deradikalisasi kepada mantan napi teroris tapi juga bersihkan lembaga2 mulai dari TK, SD, SMP, SMA, SMK, PT dan ruang-ruang publik, mimbar-mimbar umum dari ajaran-ajaran ideologi terorisme," jelas Presiden, Selasa (22/5).

Pasalnya, langkah preventif menjadi penting ketika kita melihat pada serangan bom di Sidoarjo yang lalu mulai melibatkan keluarga, perempuan dan anak-anak di bawah umur.

"Ini menjadi sebuah peringatan kepada kita semuanya, menjadi wakeup call betapa keluarga telah menjadi target indoktrinasi terorisme," tambah Presiden.

Maka itu, ia kembali lagi ingatkan ideologi terorisme telah masuk kepada keluarga Indonesia, sekolah-sekolah.

"Untuk itu saya minta pendekatan hard power dengan soft power ini dipadukan, diseimbangkan dan saling menguatkan sehingga aksi pencegahan dan penanggulangan terorisme ini berjalan jauh lebih efektif lagi," tutup Jokowi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto