JAKARTA. Meski harga karet saat ini mengkeret, rencana PT Inhutani V membangun hutan tanaman industri (HTI) karet seluas 56.000 hektare (ha) di Lampung tahun ini berlanjut. Tak hanya hutan karet, Inhutani V juga akan mengembangkan singkong dengan pola tumpang sari. Perusahaan plat merah ini menargetkan pendapatan sebesar Rp 20 miliar per tahun dari dua komoditas tersebut.Mereka menggunakan lahan milik sendiri. Namun, sejak tahun 1998, lahan tersebut diduduki masyarakat sekitar. Setelah 14 tahun terus berkonflik, Inhutani V kini menawarkan pola kemitraan. Intinya, warga dibolehkan menanam karet dan singkong di atas lahan milik Inhutani V itu. Hasilnya, akan dibagi dengan rasio 70:30. Masyarakat penggarap mendapat bagi hasil 70%, sementara Inhutani V sebagai pemegang izin pengelolaan lahan mendapat bagian 30%. “Sementara untuk hasil tumpang sari porsi, bagi hasil sebesar 75% untuk petani penggarap dan 25% untuk Inhutani V,” ujar Luther Patiung, Direktur Inhutani V kepada KONTAN, Kamis (6/6).Alasan Inhutani V memilih karet, selain bisa disadap lateksnya, kayunya juga bisa dimanfaatkan. Bahkan Inhutani V sudah memiliki calon pembeli yang mau menampung karet, singkong dan pohon kayu karet itu. Pola kemitraan, kata Luther. akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Inhutani V akan memberikan bantuan teknis untuk silvikultur dan penjualan hasil panen serta permodalan jika diperlukan. Di sisi lain, pola kemitraan diharapkan juga bisa membantu cashflow Inhutani V. Endro Siswoko, Direktur Utama Inhutani V berharap, pola kemitraan bisa meningkatkan laba mereka tahun ini. Tahun lalu, Inhutani memperoleh laba dari HTI kayu Rp 9,5 miliar. "Tahun ini diharapkan bisa naik Rp 10,7 miliar," kata Endro. Untuk mengembangkan tanaman HTI karet dan singkong, kata Endro, minimal membutuhkan waktu lima tahun. Tahun ini, luas areal yang ditanami karet baru mencapai 1.300 ha. "Kita baru panen karet 200 ha," kata Endro.Inhutani V memang harus berbenah. Kinerja keuangan mereka kurang kinclong. Tahun 2006, Inhutani V mecatat kerugian Rp 11,07 miliar, tahun 2007 rugi lagi Rp 24,2 miliar dan kembali merugi sebesar Rp 56 miliar tahun 2008. Sempat mencatat laba Rp 10,2 miliar tahun 2009, Inhutani V kembali rugi tahun 2010 sebesar Rp 8,7 miliar. Laba kembali mulai dirasakan tahun 2011 sebesar Rp 1,07 miliar.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Karet dan Singkong Tambah Omzet Inhutani V
JAKARTA. Meski harga karet saat ini mengkeret, rencana PT Inhutani V membangun hutan tanaman industri (HTI) karet seluas 56.000 hektare (ha) di Lampung tahun ini berlanjut. Tak hanya hutan karet, Inhutani V juga akan mengembangkan singkong dengan pola tumpang sari. Perusahaan plat merah ini menargetkan pendapatan sebesar Rp 20 miliar per tahun dari dua komoditas tersebut.Mereka menggunakan lahan milik sendiri. Namun, sejak tahun 1998, lahan tersebut diduduki masyarakat sekitar. Setelah 14 tahun terus berkonflik, Inhutani V kini menawarkan pola kemitraan. Intinya, warga dibolehkan menanam karet dan singkong di atas lahan milik Inhutani V itu. Hasilnya, akan dibagi dengan rasio 70:30. Masyarakat penggarap mendapat bagi hasil 70%, sementara Inhutani V sebagai pemegang izin pengelolaan lahan mendapat bagian 30%. “Sementara untuk hasil tumpang sari porsi, bagi hasil sebesar 75% untuk petani penggarap dan 25% untuk Inhutani V,” ujar Luther Patiung, Direktur Inhutani V kepada KONTAN, Kamis (6/6).Alasan Inhutani V memilih karet, selain bisa disadap lateksnya, kayunya juga bisa dimanfaatkan. Bahkan Inhutani V sudah memiliki calon pembeli yang mau menampung karet, singkong dan pohon kayu karet itu. Pola kemitraan, kata Luther. akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Inhutani V akan memberikan bantuan teknis untuk silvikultur dan penjualan hasil panen serta permodalan jika diperlukan. Di sisi lain, pola kemitraan diharapkan juga bisa membantu cashflow Inhutani V. Endro Siswoko, Direktur Utama Inhutani V berharap, pola kemitraan bisa meningkatkan laba mereka tahun ini. Tahun lalu, Inhutani memperoleh laba dari HTI kayu Rp 9,5 miliar. "Tahun ini diharapkan bisa naik Rp 10,7 miliar," kata Endro. Untuk mengembangkan tanaman HTI karet dan singkong, kata Endro, minimal membutuhkan waktu lima tahun. Tahun ini, luas areal yang ditanami karet baru mencapai 1.300 ha. "Kita baru panen karet 200 ha," kata Endro.Inhutani V memang harus berbenah. Kinerja keuangan mereka kurang kinclong. Tahun 2006, Inhutani V mecatat kerugian Rp 11,07 miliar, tahun 2007 rugi lagi Rp 24,2 miliar dan kembali merugi sebesar Rp 56 miliar tahun 2008. Sempat mencatat laba Rp 10,2 miliar tahun 2009, Inhutani V kembali rugi tahun 2010 sebesar Rp 8,7 miliar. Laba kembali mulai dirasakan tahun 2011 sebesar Rp 1,07 miliar.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News