Pada April 2019 saya melakukan perjalanan dinas ke sejumlah negara Timur Tengah, Maroko, Aljazair dan Uni Emirat Arab selama satu pekan dengan agenda luar biasa padat. Ini perjalanan penting guna membuka peluang kerjasama berbagai sektor khususnya ekonomi dengan para pengusaha di kawasan itu. Meski, dari Rp 116 triliun penanaman modal asing (PMA) ke Jawa Barat (Jabar) tahun lalu, realisasi dan minat investasi Timur Tengah ke provinsi ini tak tinggi-tinggi amat. Ini merupakan tantangan. Sejak dilantik sebagai Gubernur Jawa Barat September 2018, kami memastikan modal pembangunan bisa didatangkan lewat banyak pintu dengan strategi yang tepat. Saat ke Timur Tengah, saya belajar keras menguasai Bahasa Arab, minimal berguna untuk lobi. Hasilnya, sejumlah pertemuan dengan pemangku kebijakan hingga
Chief Executive Officer (CEO) perusahaan besar di negara tersebut membuahkan hasil. Bahkan, saat bertandang ke Dubai dan Abu Dhabi, banyak investor antri bertemu. Alhamdulillah.
Keseriusan meraih investasi dari negara Timur Tengah tentu tidak membuat kami mengabaikan investasi dari negara-negara atau swasta lainnya. Namun, jika Jawa Barat ingin menjadi primadona investasi tentu kami harus mempersiapkan banyak kemudahan dan tawaran. Kami terbuka dengan investasi asing. Dari Timur Tengah hingga Asia Timur serta Barat. Selama itu bermanfaat untuk masyarakat Jawa Barat. Investasi juga harus mampu mendorong pertumbuhan ekonomi, mengurangi ketimpangan, meningkatkan daya saing, dan saling menguntungkan. Investasi di Jawa Barat juga mengedepankan
inclusive economy. Artinya investasi yang ada tidak hanya dirasakan di tingkat kota atau industri namun memiliki dampak pada masyarakat luas hingga ke pedesaan. Dalam hitungan saya, Pemerintah Provinsi Jawa Barat membutuhkan anggaran Rp 100 triliun untuk mewujudkan sejumlah program dan infrastruktur strategis dalam lima tahun ke depan. Dari mana duitnya? Kontribusi APBN dan APBD pada pembangunan sangat kecil sekali, 14%. Laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat yang selalu diatas rata-rata nasional, harus diakui digerakkan oleh peran besar swasta. Artinya, kontribusi dunia usaha menjadi andalan kami mengakselerasi sejumlah program. Baik swasta asing maupun lokal serta BUMN kini dipastikan bisa menjadi mitra strategis Pemprov Jabar. Terobosan ini sejalan dengan era birokrasi dinamis yang tengah saya terapkan, bahwa saat ini pembangunan tidak harus dilakukan oleh pemerintah. Sejumlah tawaran Inilah praktik dari teori membangun. Tidak selalu bergantung pada
government spending. Namanya teori pentahelix: ABGCM, yaitu
academy, bussiness, government, community, dan media. Kami menyiapkan karpet merah bagi investor dan pebisnis, merancang program melibatkan akademisi dan komunitas, lalu menjadikan media sebagai mitra siar pembangunan. Pemerintah sebagai regulator dan fasilitator. Jawa Barat sendiri masih punya banyak pekerjaan rumah. Saya berangkat dari rumus tak kan ada pertumbuhan ekonomi tanpa konektivitas. Artinya infrastruktur transportasi, darat, air, ataupun udara menjadi hal penting untuk menumbuhkan konektivitas antarkawasan di suatu daerah. Bicara pemerataan pembangunan, Jawa Barat masih punya rasio keterkoneksian yang harus dioptimalkan. Untuk itu, kami akan menggenjot pembangunan dan mengembangkan infrastruktur transportasi kawasan. Ada sembilan proyek prioritas yang akan dibangun sekaligus menjadi peluang untuk berinvestasi, diantaranya: reaktivasi empat jalur kereta api, yaitu jalur Bandung–Ciwidey, Rancaekek–Tanjungsari, Banjar–Pangandaran–Cijulang, dan Cibatu– Garut–Cikajang dengan total anggaran Rp 7,9 triliun. Kemudian SPAM Regional Bandung Raya dan Jatigede, proyek kereta ringan (LRT) Bandung Raya, hingga pengelolaan sampah terpadu Legoknangka dan Cirebon Raya. Kami juga tengah mempersiapkan dua kawasan ekonomi khusus (KEK) Pangandaran dan Cikidang, Sukabumi. Selain Pangandaran dan Cikidang, saya sudah meminta agar jajaran pemprov juga menyiapkan lima calon KEK lagi. Yakni di Subang, Majalengka, Cirebon hingga Sumedang dengan karakteristik yang unik dan berbeda-beda. Dari pelabuhan, kawasan aerocity, waduk hingga pulau pesisir. Kelimanya tengah dipertajam agar daya saing provinsi makin meningkat. Status KEK ini ibarat karpet merah bagi investasi lewat berbagai kemudahan mulai dari perizinan hingga pajak. Sejalan dengan pembentukan KEK, kami juga merancang kawasan segitiga emas Rebana Patimban-Kertajati-Cirebon sebagai pusat pertumbuhan ekonomi baru di wilayah Timur. Dalam Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Jabar bakal dirancang paling maju. Saya menyebutnya
The New Dubai. Segitiga emas Rebana menandai konsentrasi pembangunan ke wilayah tersebut seiring dengan mulai dibangunnya Pelabuhan Internasional Patimban, Subang; beroperasinya Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati, Majalengka yang terkoneksi dengan tol Cikopo-Palimanan (Cipali) dan tol Cileunyi-Sumedang-Dawuan (Cisumdawu). Saya akan mengawal
opportunity ekonomi kawasan ini agar tidak berantakan. Selain
direct investment, skema
business to business maupun kolaborasi swasta dengan BUMD sejauh ini menjadi skema yang diminati dan akan terus kami pacu. Saya tengah mendorong skema kerjasama pemerintah dan badan usaha (KPBU) guna membiayai setidaknya 19 proyek strategis. Lewat pembentukan Simpul KPBU, 19 proyek itu mengalami proses kurasi. Tiga diantaranya pengelolaan sampah terpadu Legoknangka, LRT Bandung Raya dan SPAM Bandung Raya. Akhir April, Legoknangka mengantongi fasilitas penyiapan proyek (PDF) dari Kementerian Keuangan. Sisanya masih on the way. KPBU sendiri sudah lama berhasil di luar negeri. Kami jujur saja, kalah cepat dengan negara maju yang seluruhnya menerapkan skema ini. Kami juga tengah berikhtiar menggaet dana pembangunan lewat penerbitan obligasi daerah. Tak kurang dari OJK, Kementerian Keuangan hingga PT Sarana Multi Infrastruktur mendorong kami untuk segera mengeksekusi skema ini. Seluruh strategi dan ikhtiar ini semata-mata demi membawa kemajuan dan kesejahteraan warga Jawa Barat. Saya ingat ketika berbicara di
International Conference on Inclusive Economic Growth: Reducing Poverty and Inequality di Bali, Oktober 2018.
Dalam konferensi rangkaian agenda Annual IMF-World Bank Group Meetings 2018 ini saya menegaskan, untuk mewujudkan program yang sudah kami susun untuk lima tahun ke depan tidak bisa hanya mengandalkan APBD. Sebagai pemimpin, saya akan proaktif mencari sumber-sumber pendanaan. Memastikan pada saat dana pemerintah terbatas seorang pemimpin tidak boleh menyerah dan terus mencari inovasi pembiayaannya. Inilah cara kami membangun Jawa Barat.♦
M. Ridwan Kamil Gubernur Jawa Barat Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tri Adi