KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pertumbuhan kartu kredit di industri perbankan tanah air tertinggal dibandingkan dengan pesatnya pertumbuhan pengguna buy now pay later (paylater) di industri finacial technologi (fintech). Hal ini terlihat dari data yang dirilis Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mencatat jumlah kontrak pengguna pay later tumbuh 33,25% secara year on year menjadi 72,88 juta kontrak per Mei 2023, dari periode sama tahun lalu sebanyak 54,70 juta kontrak. Artinya pengguna paylater bertambah sebanyak 18,18 juta kontrak. Sementara itu dilihat dari situs Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI), pengguna kartu kredit jika dilihat dari jumlah kartu yang tersebar per April 2023 tercatat sebanyak 17,42 juta, tumbuh 5,55% secara year on year dari periode sama tahun lalu sekitar 16,50 juta kartu kredit.
Tren ini dinilai sebagai perkembangan yang diserap masyarakat konsumtif terkait dengan kemudahan-kemudahan yang ditawarkan oleh jasa keuangan tersebut. Perencanaan keuangan Mitra Rencana Edukasi (MRE) Mike Rini menyampaikan perlu banyak pertimbangan untuk menggunakan produk jasa keuangan tersebut jika berhubungan dengan barang konsumsi. "Kalau dari segi kemudahan pengajuannya, paylater di fintech memang lebih mudah dibandingkan dengan kartu kredit bank, sehari-dua hari sudah bisa kita akses, berbeda dengan bank yang harus lebih hati-hati dalam memberikannya," kata Mike kepada Kontan, Minggu (9/7).
Baca Juga: Pengguna Paylater Melonjak 33,25% Hingga Mei 2023 Mike merinci hal yang perlu dipertimbangkan adalah bunga kredit dan jangka waktu cicilan. Pasalnya bunga dari kartu kredit bank lebih rendah dibandingkan dengan bunga kredit dari paylater fintech. Bank Indonesia (BI) masih menetapkan batas suku bunga tertinggi dari kartu kredit sebesar 1,75%. Sementara itu bunga kredit dari paylater fintech berkisar antara 2% hingga 4%. Perbedaan lainnya adalah dari segi cicilan pinjaman, Mike menyampaikan, untuk cicilan kartu kredit bank bisa diatur dan disesuaikan dengan cashflow pengguna. Dengan adanya cicilan minimum dan jangka waktu cicil yang bisa diatur, sehingga pengguna dapat menyicil sesuai dengan kemampuannya. Namun hal ini juga membuat jumlah cicilan yang harus dibayar semakin besar. "Sementara itu, paylater pada umumnya memiliki batas maksimal pinjaman yang kecil jika dibandingkan kartu kredit bank, dan juga waktu cicilan yang lebih singkat," kata Mike. Sebagai perencana keuangan, Mike menyampaikan masyarakat tetap perlu mengontrol diri dalam penggunaan kartu kredit maupun paylater agar tidak menimbulkan masalah, karena keduanya tetap memiliki penalti jika pembayarannya tidak dilunasi. "Tapi menurut saya sebagai perencana keuangan, pilihan yang bijak bagi masyarakat konsumtif agar dapat diet untuk mengontrol diri dari perilaku konsumtif, adalah dengan menggunakan paylater ketimbang kartu kredit bank," kata Mike. Namun Mike menyampaikan jika mempertimbangkan dengan kebutuhan emergency, kartu kredit bank bisa menjadi pilihan. Mengingat kartu kredit bank bisa digunakan dimanapun, dan tidak terbatas hanya untuk membeli barang konsumtif. "Ini yang belum bisa dilakukan paylater, tapi kartu kredit bisa melakukannya, misalnya seperti membayar biaya rumah sakit. Paylater juga belum bisa digunakan untuk transaksi di toko secara offline," kata Mike. Sementara itu, meski tumbuh melambat dibandingkan paylater, industri perbankan masih tetap optimis bisnis kartu kreditnya tetap eksis di tahun-tahun mendatang. Seperti Bank Central Asia Tbk (BCA). BCA mencatat jumlah kartu kredit hingga Mei 2023 mencapai 4,5 juta kartu, atau meningkat 6% secara year on year. EVP Secretariat and Corporate Communication BCA Hera F Haryn mengatakan hingga saat ini kartu kredit masih menjadi salah satu alat pembayaran andalan nasabah BCA. Bahkan dalam lima bulan pertama tahun 2023, nilai transaksi kartu kredit BCA tercatat sebesar Rp 42 triliun, meningkat signifikan sebesar 37% secara year on year. "Kami berharap bisnis kartu kredit masih akan terus tumbuh ke depannya sejalan dengan peningkatan transaksi," kata Hera kepada Kontan, Jumat (7/7). Saat ini suku bunga kartu kredit BCA untuk transaksi penarikan tunai maupun belanja masih berada di level 1,75% untuk seluruh jenis kartu kredit BCA. Hera menyampaikan peningkatan bisnis kartu kreditĀ ditopang oleh pulihnya aktivitas ekonomi masyarakat, salah satunya di sektor pariwisata seiring pelonggaran mobilitas. Sektor lain yang mendukung pertumbuhan transaksi kartu kredit adalah sektor hiburan dan Food & Baverage (F&B). Di era digital yang semakin pesat, BCA juga berinovasi mempermudah jalan akses produk kartu kreditnya, mulai dari kemudahan mendaftar aplikasi kartu kredit secara online, hingga mengkontrol transaksi serta pembayaran tagihan kartu kredit melalui aplikasi myBCA. Ditambah lagi dengan hadirnya fitur Contactless pada kartu kredit BCA, sehingga transaksi di merchant melalui mesin EDC juga lebih cepat. Kerjasama yang dijalin dengan berbagai mitra bisnis, diharapkan dapat semakin menarik akuisisi pengguna. Strategi lainnya yang dilakukan adalah memberikan beragam promo menarik. Senada, Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) juga mencatat pertumbuhan bisnis kartu kreditnya di tahun ini. Corporate Secretary Aestika Oryza Gunarto juga menyampaikan pertumbuhan volume kartu kredit BRI tumbuh 48% secara year on year. Peningkatan ini disebabkan berbagai faktor, di antaranya pertumbuhan user, kerjasama program dan cobranding. "Non performing loan (NPL) kartu kredit BRI berada pada level yang terjaga. BRI optimis volume transaksiĀ dapat tumbuh setidaknya hingga 40% tahun ini," kata Aestika kepada Kontan, Minggu (9/7).
Lebih lanjut Aestika menyampaikan strategi BRI dalam mengakuisisi penggunanya adalah dengan menawarkan berbagai keunggulan yang dimiliki. Beberapa keunggulan kartu kredit BRI diantaranya adalah diterima di seluruh dunia. "Kita juga banyak promo menarik, program belanja ringan (BRING), BRI Point, BRI Travel service, call center 24 jam, layanan sms dan internet banking. Ada juga layanan autopay serta fitur BRI protection plus," jelas Aestika.
Baca Juga: Pembiayaan Digital Jadi Penopang Kenaikan Pengguna Jasa Layanan Paylater Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat