Kartu pekerja tidak laku, KSPI: Pendataan tidak tepat



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kartu pekerja DKI Jakarta merupakan kompensasi yang diberikan Pemprov DKI Jakarta karena tidak mampu menaikkan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebagaimana janji Anies Baswedan dan Sandiaga Uno pada kampanye pemilihan gubernur dan Wakil gubernur DKI 2017. Sayangnya sejauh ini kartu pekerja tidak laku di kalangan buruh. 

Dari ratusan ribu buruh yang ada di DKI, hanya 3.000 buruh yang memiliki kartu pekerja. Hal ini menjadi tanda tanya, padahal kartu pekerja sangat membantu buruh dalam mencukupi kebutuhannya.

“Kartu pekerja itu jelas, tegas, Pak Anies mengatakan jangan basa-basi. Karena sampai hari ini baru 3.000 (buruh yang memiliki kartu pekerja), nggak masuk akal. Oleh karena itu harus dilakukan survei bersama antara Plt Kepala Dinas Tenaga Kerja dan juga kawan-kawan buruh, itu nanti survei bersama yang istilah beliau tadi multistakeholder,” kata Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal hari ini, Kamis (23/8) di Balai Kota DKI Jakarta.


Said menilai, kartu ini terhambat pendataan buruh di Jakarta yang tidak tepat. Selanjutnya ia menghimbau perlu dilakukan kembali pendataan dan survei pada buruh yang menerima upah minimum.

“Tapi based on datanya mau dirapikan dulu. Jadi bukan urusan laku nggak laku, tapi pendataannya tidak tepat. Yang kedua, istilah penerima upah minimum perlu diredefinisi. Yang ketiga adalah lakukan survei di lapangan sebenarnya kebutuhan kartu pekerja itu berapa,” ujar Said.

Sejauh ini para pekerja yang bekerja cukup lama atau minimal di atas satu tahun masih menerimah upah minimum. Menurutnya hal ini perlu diupayakan kembali agar kartu pekerja ini dapat diberikan merata.

“Kartu pekerja harus dipastikan menjangkau semua upah minimum. Kadang-kadang kita sampai 10 tahun masih upah minimum. Nah kami meminta agar itu juga terjangkau. Jumlahnya pasti akan jadi ratusan ribu orang,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi