Karyawan dan pilot Garuda Indonesia ancam mogok



JAKARTA. Serikat Karyawan Garuda Indonesia (Sekarga) dan Asosiasi Pilot Garuda menolak hasil keputusan rapat umum pemegang saham (RUPS) PT Garuda Indonesia Tbk pada 12 April 2017 yang menghapuskan direktorat operasi dan direktorat teknik. Hasil RUPS tersebut dinilai telah melanggar peraturan keselamatan penerbangan sipil. Aturan yang dilanggar adalah Undang-undang Penerbangan nomor 1 tahun 2009 dan aturan Civil Aviliation Regulation (CASR). Ketua Harian Sekarga, Tomy Tampatty mengatakan jika pemerintah selaku pemegang saham tetap menghapus dua direktorat tersebut, serikat karyawan Garuda Indonesia akan melakukan tindakan industrial berupa mogok kerja. Menurut Tomy, langkah tersebut merupakan upaya mereka menjaga kelangsungan Garuda dan keselamatan penumpang ke depan. Sesuai dengan regulasi penerbangan yang ada, harus ada personal yang menangani di tataran direksi Garuda yang akan menjadi pengambil keputusan terkait operasi dan teknik yang bertanggung jawab terhadap Direktur Utama. Permasalahan Garuda, lanjut Tomy, jika kinerja pendapatan perseroan menurun, bukan berarti harus memangkas struktur organisasi. Jika ingin memperbaiki pendapatan maka yang harus dilakukan perubahan harus dari sisi tersebut. Jika Kementerian BUMN tetap ingin melakukan efisiensi, sebaiknya dilakukan pada direktorat kargo. Sedangkan masalah safety dan sekuriti tidak bisa ditawar-tawar dengan alasan efisiensi tersebut. "Atau kemudian menghapuskan direktur produksi setelah membentuk direktorat operasi dan teknik," kata Tomy. Bintang Hardiono, Ketua Umum Asosiasi Pilot Garuda mengatakan, jika tuntutan ini tidak dipenuhi maka konsekuensinya adalah Garuda terancam tidak bisa beroperasi karena Air Operated Certificate (AOC) akan berakhir pada 11 Juni 2017.

Selain itu, peringkat Garuda juga terancam turun pada industri penerbangan internasional. "Tahun lalu kita baru bisa naik ke peringkat satu. Jika ini tidak diperhatikan kita bisa turun lagi menjadi peringkat 2," jelasnya. Sebelumnya beberapa hari setelah RUPS, Management Garuda mengajukan dua nama sebagai calon Chief of Operation (COO) dan Chief of Maintenance (COM) kepada Kementerian Perhubungan (Kemhub) untuk memenuhi standar aturan Civil Aviation Safety Regulations (CASR) serta standar regulasi safety operation dan maintenance yang berlaku baik secara nasional maupun internasional. Manajemen Garuda mengklaim dua posisi tersebut setingkat direksi. Sementara menurut Tomy, pengajuan nama tersebut setelah RUPS berakhir merupakan bukti pelanggaran yang telah dilakukan terhadap peraturan perundang-undangan. "Kalau Chief itu lebih melanggar aturan lagi. Kalau dibiarkan begini, Garuda bisa hancur seperti Merpati," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Hendra Gunawan