Karyawan KAI tolak kenaikan tarif 1 April



JAKARTA. Pekerja PT Kereta Api Indonesia yang tergabung dalam Serikat Pekerja Kereta Api Jabodetabek (SPKAJ) memprotes kenaikan tarif baru mulai 1 April 2015 karena tidak diimbangi dengan kejelasan nasib pekerja kontrak dan alih daya (outsorching). Ketua Umum SPKAJ Abet Faedatul Muslim dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis mengatakan seharusnya pemerintah memerintahkan Asosisasi Transportasi Kereta Api Indonesia (Atkaindo) untuk mengangkat pekerja kontrak dan alih daya sebagai pekerja tetap. "Kemarin pemerintah mengumumkan akan menaikkan tiket kereta api, tapi tidak diimbangi dengan memperhatikan nasib pekerja kereta api yang berstatus kontrak dan 'outsourcing'," katanya. Selain itu, dia juga meminta Menteri Ketanagakerjaan, Hanif Dakhiri, agar segera mencabut peraturan ketenagakerjaan tentang sistem kerja kontrak dan outsourcing yang diatur dalam Permen No.19 Tahun 2012. "Hal ini karena Permen tersebut telah menjadi celah hukum bagi Atkaindo untuk melanggengkan sistem kerja kontrak dan 'outsourcing' terhadap pekerja kereta api yang bekerja pada posisi penting dalam jalur transportasi perkeretaapian," katanya. Abet menjelaskan pada 2013, pengawasan Kemenakertrans telah mengeluarkan nota hasil pemeriksaan dengan No. B.261/PPK-NJ/V/2013 dan B.336/PPK-NKJ/VI/2013 yang menetapkan bahwa jenis pekerjaan pengawalan kereta api, petugas loket, porter/tapping, dan "announcer" atau petugas informasi adalah jenis pekerjaan inti bisnis yang tidak dapat dialihdayakan. Namun, lanjut dia, akibat Permen tersebut perusahaan yang ada di bawah Atkaindo, diantaranya PT KAI, PT Kereta API Commuter Jabodetabek (KCJ) dan PT Raillink kembali menetapkan empat pekerjaan tersebut sebagai pekerjaan penunjang atau bukan inti bisnis produksi. "Hampir ribuan pekerja di luar staf perusahaan kereta api Jabodetabek adalah pekerja kontrak dan 'outsourcing', dan puluhan ribu pekerja kereta api di Indonesia mengalami hal yang sama," katanya. Berdasarkan data Organisasi Buruh Internasional (ILO) 2013 hampir 65% pekerja di Indonesia berstatus tidak tetap, meliputi, kontrak kerja pendek, percobaan magang, harian lepas, serta borongan. "Artinya ada sekitar 27,55 juta jiwa rakyat Indonesia bekerja sebagai pekerja atau buruh kontrak dan 'outsourcing'," katanya. Abet mengatakan sejak 2008 para pekerja yang menuntut untuk diangkat sebagai pekerja tetap kereta api hingga saat ini belum jelas proses penyelesaiannya. Padahal, menurut dia, ada Nota Pengawasan Kemenakertrans dan Rekomendasi Panitia Kerja Komisi IX DPR RI yang menginstruksikan penghapusan praktik outsourcing di BUMN seluruh Indonesia. "Belum lagi banyak perusahaan alih daya yang diduga ilegal dan tersangkut kasus pidana, semisal PT Kencana Lima rekanan PT KCJ ini sejak tahun 2011 membayar upah pekerja di bawah UMK tapi tidak ada tindakan tegas dari pemerintah, katanya. Pada Rabu (26/3), massa aksi dari SPKAJ mendatangi gedung Kementerian Ketenagakerjaan untuk meminta kejelasan atas permasalahan tersebut. SPKAJ menuntut agar Menteri Ketenagakerjaan membatalkan Permen No.19 Tahun 2012 dan menindak tegas para pengusaha yang membayar upah di bawah upah minimum. Sebagaimana diketahui sebelumnya bahwa PT KAI adalah salah satu perusahaan BUMN yang dipanggil oleh Komisi IX DPR RI terkait penggunaan tenaga kerja kontrak dan "outsourcing" yang tidak sesuai dengan ketentuan undang-undang ketenagakerjaan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Hendra Gunawan