JAKARTA. Permohonan kasasi yang diajukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap mantan Deputi Bidang IV Pengelolaan Devisa Bank Indonesia (BI), Budi Mulya pun dikabulkan Mahkamah Agung. Atas putusan ini, kuasa hukum Budi Mulya mengatakan akan melakukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung. Dalam amar putusan Majelis Hakim Artidjo Alkostar terdakwa dalam kasus korupsi pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) Bank Century ini pun harus menjalani hukuman menjadi 15 tahun penjara dengan denda Rp 1 miliar subsidair 8 bulan kurungan. Meski belum mendapat info resmi akan putusan Hakim, Kuasa Hukum Budi Mulya, Luhut Panggaribuan menyebut akan melakukan Peninjauan Kembali. "Putusan itu tidak dapat diterima, Budi Mulya tidak memberikan FPJP tapi Bank Indonesia. Lagi pula sudah "dibenarkan" Komite Stabilitas Sistem Keuangan" ujar Luhut melalui pesan singkatnya, Kamis (9/4). Upaya Luhut untuk Peninjauan Kembali ditegaskan bahwa kerugian negara yang disangka atas tindak korupsi yang dilakukan Budi Mulya tidak benar adanya. "Bersamaan dengan itu, "kebijakan" tidak bisa dikriminalisasi sebagaimana putusan MK dan UU administrasi negara. Biaya krisis harus ditanggung negara dan pada saat yang sama bank Mutiara sudah laku dijual jadi kerugian negara tidak ada sebagai perbuatan Budi Mulya" tandas Luhut. Sebelumnya, Majelis Hakim mempertimbangkan alasan kasasi Penuntut Umum yang dapat dibenarkan dan melihat putusan sebelumnya yang dinilai kurang mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan. Hakim menilai pemberian persetujuan penetapan pemberian FPJP (Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek) kepada PT Bank Century Tbk oleh Budi Mulya dilakukan dengan itikad tidak baik, dan dilakukan dengan cara melanggar pasal 45 dan penjelasannya UU no. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan UU no 3 tahun 2004. Sebagai Konsekuensi yuridisnya, perbuatan terdakwa termasuk perbuatan melawan hukum yang dinilai mempunyai hubungan kausal dengan kerugian keuangan negara sejak penyetoran PMS (Penyertaan Modal Sementara) pertama kali tanggal 24 November 2008 hingga Desember 2013 sebesar Rp 8.012.221.000.000. Tak hanya itu, Majelis Hakim juga menegaskan bahwa PT Bank Century Tbk yang ditetapkan sebagai bank gagal berdampak sistemik, telah diserahkan kepada LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) pada tanggal 21 November 2008 dan terdakwa menyetujuinya dalam RDG (Rapat Dewan Gubernur) BI. Hal ini mengakibatkan kerugian negara Rp 8.012.221.000.000, dan telah mencederai kepercayaan masyarakat. "Sehingga, terdakwa perlu dijatuhi pidana yang tepat sesuai dengan sifat berbahayanya kejahatan yang dilakukan oleh terdakwa" tandas Hakim Artidjo Alkostar. Atas perbuatannya Budi Mulya diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Kasasi KPK dikabulkan MA, Budi Mulya ajukan PK
JAKARTA. Permohonan kasasi yang diajukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap mantan Deputi Bidang IV Pengelolaan Devisa Bank Indonesia (BI), Budi Mulya pun dikabulkan Mahkamah Agung. Atas putusan ini, kuasa hukum Budi Mulya mengatakan akan melakukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung. Dalam amar putusan Majelis Hakim Artidjo Alkostar terdakwa dalam kasus korupsi pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) Bank Century ini pun harus menjalani hukuman menjadi 15 tahun penjara dengan denda Rp 1 miliar subsidair 8 bulan kurungan. Meski belum mendapat info resmi akan putusan Hakim, Kuasa Hukum Budi Mulya, Luhut Panggaribuan menyebut akan melakukan Peninjauan Kembali. "Putusan itu tidak dapat diterima, Budi Mulya tidak memberikan FPJP tapi Bank Indonesia. Lagi pula sudah "dibenarkan" Komite Stabilitas Sistem Keuangan" ujar Luhut melalui pesan singkatnya, Kamis (9/4). Upaya Luhut untuk Peninjauan Kembali ditegaskan bahwa kerugian negara yang disangka atas tindak korupsi yang dilakukan Budi Mulya tidak benar adanya. "Bersamaan dengan itu, "kebijakan" tidak bisa dikriminalisasi sebagaimana putusan MK dan UU administrasi negara. Biaya krisis harus ditanggung negara dan pada saat yang sama bank Mutiara sudah laku dijual jadi kerugian negara tidak ada sebagai perbuatan Budi Mulya" tandas Luhut. Sebelumnya, Majelis Hakim mempertimbangkan alasan kasasi Penuntut Umum yang dapat dibenarkan dan melihat putusan sebelumnya yang dinilai kurang mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan. Hakim menilai pemberian persetujuan penetapan pemberian FPJP (Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek) kepada PT Bank Century Tbk oleh Budi Mulya dilakukan dengan itikad tidak baik, dan dilakukan dengan cara melanggar pasal 45 dan penjelasannya UU no. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan UU no 3 tahun 2004. Sebagai Konsekuensi yuridisnya, perbuatan terdakwa termasuk perbuatan melawan hukum yang dinilai mempunyai hubungan kausal dengan kerugian keuangan negara sejak penyetoran PMS (Penyertaan Modal Sementara) pertama kali tanggal 24 November 2008 hingga Desember 2013 sebesar Rp 8.012.221.000.000. Tak hanya itu, Majelis Hakim juga menegaskan bahwa PT Bank Century Tbk yang ditetapkan sebagai bank gagal berdampak sistemik, telah diserahkan kepada LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) pada tanggal 21 November 2008 dan terdakwa menyetujuinya dalam RDG (Rapat Dewan Gubernur) BI. Hal ini mengakibatkan kerugian negara Rp 8.012.221.000.000, dan telah mencederai kepercayaan masyarakat. "Sehingga, terdakwa perlu dijatuhi pidana yang tepat sesuai dengan sifat berbahayanya kejahatan yang dilakukan oleh terdakwa" tandas Hakim Artidjo Alkostar. Atas perbuatannya Budi Mulya diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News