KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Panglima TNI Laksamana Yudo Margono meminta kepada jajarannya untuk melakukan evaluasi agar kasus dugaan suap di Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) tidak terulang lagi. Permintaan itu disampaikan Yudo Margono saat sertijab pejabat utama di Markas Besar TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Jumat (28/7/2023). Diketahui, dua personel aktif TNI, yakni Kepala Basarnas Marsekal Madya (Marsdya) TNI Henri Alfiandi dan Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas Letkol Adm Afri Budi Cahyanto, terjerat kasus dugaan suap tersebut. Bahkan, keduanya sempat ditetapkan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Baca Juga: Jokowi Angkat Bicara Soal Penetapan Status Tersangka Kepala Basarnas Oleh KPK “Peristiwa di Basarnas perlu menjadi evaluasi kita. Kita harus mawas diri dengan hal seperti itu. Jangan dilihat negatifnya berita itu. Mari kita evaluasi bersama sehingga ke depan tidak terjadi lagi di tubuh TNI ataupun para prajurit TNI yang bertugas di luar struktur TNI,” kata Yudo dalam siaran pers Puspen TNI, dikutip Kompas.com, Senin (31/7/2023). Yudo Margono berharap para personel tetap solid untuk melaksanakan tugas pokok atau fungsi TNI. Panglima juga mewanti-wanti agar personel aktif TNI yang akan bekerja di luar Mabes TNI, tidak lupa akan induknya. “Tolong jangan lepas dari induknya. Harus tetap ditanamkan ke diri masing- masing bahwa ‘aku ini TNI’,” ujarnya. Yudo Margono lantas meminta prajurit TNI yang berdinas di luar struktur TNI agar terus menjalin komunikasi. Ia juga memerintahkan keharusan memakai baju TNI dalam seminggu. “Biar mereka sadar bahwa mereka masih TNI, masih punya naluri TNI, masih punya disiplin, masih punya hierarki, masih punya kehormatan militer,” kata Yudo. Sebelumnya, KPK menetapkan Kepala Basarnas Henri Alfiandi menjadi tersangka dugaan kasus suap. Henri Alfiandi diduga menerima suap terkait pengadaan barang dan jasa di lingkungan Basarnas RI tahun anggaran 2021-2023.
Baca Juga: OTT Basarnas, Pimpinan KPK: Penyelidik Mungkin Ada Kekhilafan Tangkap Prajurit TNI Perkara ini berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) terhadap 11 orang di Jakarta dan Bekasi pada Selasa (25/7/2023). Setelah dilakukan penyidikan, KPK menetapkan lima orang tersangka. Salah satunya adalah Henri Alfiandi. Selain Henri, KPK juga menetapkan Koorsmin Kabasarnas Afri Budi Cahyanto sebagai tersangka. Namun, KPK kemudian meminta maaf karena penangkapkan dan penetepan tersangka itu menyalahi prosedur yang berlaku di militer. "Kami dalam rapat tadi sudah menyampaikan kepada teman-teman TNI kiranya dapat disampaikan kepada Panglima TNI dan jajaran TNI atas kekhilafan ini kami mohon dapat dimaafkan," kata Wakil Ketua KPK Johanis Tanak dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (28/7/2023). Sementara itu, Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI Marsekal Muda (Marsda) R Agung Handoko menilai, penetapan tersangka Kepala Basarnas dan Koorsmin Kabasarnas oleh KPK itu menyalahi aturan. Danpuspom mengatakan, yang berhak menetapkan seorang personel TNI sebagai tersangka adalah penyidik militer, dalam hal ini Puspom TNI. Hal itu berdasarkan Undang-Undang Peradilan Militer.
Baca Juga: Tetapkan Tersangka Kepala Basarnas, Komandan Puspom TNI: KPK Melanggar Aturan “UU Peradilan Militer sudah jelas bahwa kami TNI, ada kekhususan, ada undang undang tentang peradilan militer. Nah, itu yang kami gunakan, KPK dan lain-lain punya juga,” kata Agung. Belakangan, Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengatakan, tidak ada nama Kepala Basarnas dalam surat perintah penyidikan (sprindik) yang dikeluarkan lembaganya. Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul
"Panglima TNI: Kasus di Basarnas Perlu Jadi Evaluasi agar ke Depan Tak Terjadi Lagi" Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto