Kasus beras Vietnam, pemerintah dipermainkan



JAKARTA. Fraksi Hanura menilai kasus impor beras Vietnam yang berlarut-larut dinilai menunjukkan semakin rendahnya kewibawaan pemerintah. Regulasi dipermainkan dengan memanfaatkan celah untuk kepentingan bisnis dan pihak yang paling dikorbankan adalah masyarakat terutama petani penghasil beras.

"Kasus beras ini semakin membuktikan pemerintah mudah dipermainkan, bahkan oleh para importir yang pada dasarnya sama dengan para spekulan. Celah aturan  dimanfaatkan untuk memasukkan komoditas primer seperti beras, dan harganya bisa lebih murah dari harga pasaran. Parahnya lagi dua kementerian, Perdagangan dan Pertanian tidak padu menjelaskan masalah ini," kata Ketua Fraksi Hanura Sarifuddin Sudding dalam keterangannya, Kamis (7/2).

Sudding juga menilai Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga abai pada masalah ini. Seharusnya, tambah Sudding, pemerintah jangan hanya melihat kasus ini terbatas pada mekanisme impor tetapi mencermati dampak beredarnya beras impor terhadap harga beras produksi petani Indonesia.


Sebelumnya, ditemukan beras asal Vietnam yang beredar di Pasar Induk Cipinang, Jakarta Timur. Jenis beras tersebut masih simpang siur antara termasuk kategori beras premium atau medium.

Kejanggalan juga terlihat dari harga yang lebih rendah Rp 500 daripada harga produksi lokal. Padahal produksi beras nasional tercatat surplus 5,4 juta ton karena ketersediaan mencapai 39,8 juta ton sedangkankebutuhan nasional sebanyak 34,4 juta ton.

"Harga beras produksi petani kita berisiko tertekan dan pendapatanmereka turun. Jika ini dibiarkan, ke depan para pedagang akan makin berani dan meremehkan pemerintah," ujar Sudding.

Management Crisis

Sudding juga mengingatkan, ketika melihat dua kementerian saling lempar tanggung jawab dan tidak bisa satu suara menjelaskan kasus ini, Presiden sebaiknya memberi perintah eksplisit agar masalah ini tuntas.

Menurutnya, langkah itu sebagai penerapan management crisis ketika melihat penanganan suatu masalah menunjukkan gejala-gejala berlarut-larut.

"Yang terjadi sekarang, Presiden sepertinya membiarkan saja dan hanyamenyakini kalau masalah ini bakal selesai tanpa melakukan pressure agar anak buahnya bekerja lebih baik," tegas Sudding. (Ferdinand Waskita)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hendra Gunawan