Chevron mengaku telah dikriminalisasi



JAKARTA. PT Chevron Pacific Indonesia meminta kepastian hukum dalam menjalankan operasi minyak dan gas bumi (Migas) di Indonesia. Permintaan ini terkait dengan mencuatnya kasus proyek bioremediasi atau pemulihan lingkungan tanah akibat tumpahan minyak hasil produksi milik Chevron.

Seperti diketahui, Jaksa menuding Chevron telah merugikan negara Rp 200 miliar dari proyek yang dinilai fiktif itu. Terkait kasus ini, empat karyawan Chevron kini ditetapkan sebagai tahanan Kejaksaan Agung. Penahanan inilah yang dinilai perusahaan telah mengganggu kegiatan bisnis Chevron.

"Mitra bisnis kami sampai menanyakan soal kasus itu, tetapi soal bagaimana mereka ke kami, saya tidak mau berspekulasi dulu," kata Dony Indrawan, Manager Corporate Communication PT Chevron Pacific Indonesia kepada KONTAN, Rabu (24/10).


Menurutnya, sebelum ada kasus tersebut, karyawan Chevron bekerja secara maksimal agar produksi minyak sesuai target pemerintah. Tahun lalu total produksi Chevron mencapai 422.000 barel per hari (bph) atau 40% dari produksi minyak di Indonesia yang mencapai 903.400 bph. "Setelah kasus ini, memang sulit untuk mencapai target maksimal," kata dia.

Meski tak menyebutkan penurunan produksi minyak, Dony membenarkan seluruh karyawan menjadi takut menjalankan proyek. Sebab kata dia, banyak karyawan Chevron khawatir ikut dipidanakan dalam proyek production sharing pemerintah dan Chevron.

Mestinya, menurut dia, jika ada kerugian negara akibat kegiatan operasi, harus ada audit dulu dari Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). "Mestinya juga jalurnya perdata, bukan pidana," ungkap dia.

Dia menjelaskan, selama beroperasi 88 tahun di Indonesia, baru kali ini Chevron terjerat kasus hukum yang kabarnya merugikan negara Rp 200 miliar. "Kami selama 10 tahun ke belakang saja sudah investasi US$ 30 miliar, jadi apa betul kami merugikan negara? harus dibuktikan dulu. Jadi kami anggap kasus ini di kriminalisasi," ujar dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Asnil Amri