Kasus bungkus rokok polos di WTO diputus 2017



Jakarta. Kebijakan plain packaging (PP) rokok yang telah diterapkan di Australia terus ditindak lanjuti oleh Pemerintah Indonesia. Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan, Iman Pambagyo mengatakan, masalah ini sedang ditangani oleh badan sengketa WTO (World Trade Organization).

"Proses hearings dan submissions berbagai dokumen pendukung klaim sudah disampaikan. Kita menunggu keputusan panelis, kemungkinan triwulan pertama 2017," jelas Iman Pambagyo, Jumat (4/11/2016).

Menurutnya, Indonesia sudah mengajukan gugatan bersama negara-negara seperti, Honduras, Republik Dominika dan Kuba atas kebijakan PP ini.


Pemerintah Indonesia menurut Iman masih menunggu keputusan dari WTO. Bila PP dinyatakan tidak melanggar ketentuan WTO, berarti produk-produk lain yang memiliki dampak terhadap kesehatan juga dapat dikenakan PP atas nama kesehatan publik.

Namun menurut Iman, prosedur penetapan kebijakan PP sebetulnya tidak sesuai dengan disiplin WTO. "Ada yg bilang itu standar yang ditetapkan WHO. Tapi menurut kami, WHO bukan international standardizing body," terangnya.

Sebelumnya, tepat pada Hari Petani Tembakau Sedunia 29 Oktober 2016, ratusan petani tembakau dan cengkeh yang tergabung dalam Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), Asosiasi Petani Cengkeh Indonesia (APCI), Karya Tani Manunggal(KTM) Temanggung, dan Gerakan Masyarakat Tembakau Indonesia (GEMATI) melaksanakan aksi damai di Yogyakarta.

Para petani tembakau dan cengkeh Indonesia menyampaikan petisi kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk melindungi penghidupan mereka dari tekanan peraturan internasional seperti FCTC (Framework Convention on Tobacco Control/kerangka kerja pengendalian tembakau).

Mereka dengan tegas menolak salah satu ketentuan FCTC yaitu kebijakan kemasan polos rokok yang tidak memperbolehkan pencantuman merek atau yang lebih dikenal dengan istilah plain packaging.

"Kami sangat sedih mengetahui bahwa kebijakan kemasan polos tanpa merek semakin melemahkan daya saing produk tembakau Indonesia di pasar internasional," kata Ketua Umum APTI Nasional, Soeseno.

Menurut dia, hal itu akan mengakibatkan penurunan permintaan bahan baku tembakau dari jutaan petani yang menggantungkan penghidupannya pada komoditas tersebut.

(Iwan Supriyatna)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Adi Wikanto