KONTAN.CO.ID - Jakarta. Kasus Covid-19 di Indonesia hingga 15 Maret 2022 menunjukkan tanda-tanda penurunan. Namun di tengah penurunan perkembangan kasus Covid-19, muncul varian baru yang mengkhawatirkan yakni Deltacron. Apa itu virus corona varian Deltacron? Satgas Penanganan Covid-19 mencatat ada 14.408 kasus baru infeksi virus corona hingga Selasa 15 Maret 2022. Dengan demikian, total menjadi kasus Covid-19 sejak pandemi hingga 15 Maret 2022 sebanyak 5.914.532 kasus. Sementara itu, jumlah yang sembuh dari kasus Covid-19 hingga 15 Maret 2022 bertambah 27.615 orang sehingga menjadi sebanyak 5.462.344 orang.
Sedangkan jumlah orang yang meninggal akibat kasus Covid-19 hingga 15 Maret 2022 di Indonesia bertambah 308 orang menjadi sebanyak 152.745 orang. Jumlah kasus aktif Covid-19 di Indonesia hingga 15 Maret 2022 mencapai 299.443 kasus, berkurang 13.515 kasus dibanding sehari sebelumnya. Penambahan kasus Covid-19 yang terjadi di Indonesia saat ini diperkirakan karena serbuan virus corona varian Omicron. Virus corona varian Omicron menyebabkan lonjakan kasus Covid-19 sejak Januari 2022 lalu. Sebelumnya, Indonesia juga mengalami lonjakan kasus Covid-19 pada Juni-Juli 2021 akibat virus corona varian Delta. Kini, setelah Covid-19 akibat virus corona varian Delta dan Omicron terkendali, muncul varian baru yakni Deltacron.
Baca Juga: Tembus 400.000 Kasus, Korea Selatan Catat Rekor Baru Kasus Covid-19 Harian Dilansir dari Kompas.com, Deltacron adalah varian Covid-19 yang mengandung elemen Delta dan Omicron. Dengan kata lain, Deltacron mengandung gen dari kedua varian tersebut dan menjadikannya apa yang dikenal sebagai virus rekombinan (hibrida). “Rekombinan ini muncul ketika lebih dari satu varian menginfeksi dan bereplikasi pada orang yang sama, dalam sel yang sana,” kata Prof Lawrence Young, ahli virologi di University of Warwick dilansir dari The Guardian edisi 11 Maret 2022. “Deltacron adalah produk varian Delta dan Omicron yang beredar di populasi yang sama,” tambahnya. Berikut beberapa fakta Deltacron yang perlu Anda ketahui. 1. Diduga sudah ada sejak Januari 2022 Melansir The New York Times, 11 Maret 2022, penemuan hibrida antara varian virus corona Delta dan Omicron ini sudah sejak bulan Januari lalu. Seorang ilmuwan di laboratorium kesehatan masyarakat Washington DC, Scott Nguyen sedang memeriksa GISAID atau database internasional genom virus corona pada Februari 2022, ketika dia melihat sesuatu yang aneh terkait hal ini. Scott Nguyen pun menemukan sampel yang dikumpulkan di Prancis oleh Institut Pasteur pada bulan Januari, yang diidentifikasi oleh para peneliti sebagai campuran varian Delta dan Omicron. Memang pada awalnya, diperkirakan ada kasus yang cukup jarang terjadi, yakni seseorang terinfeksi dua varian virus Corona sekaligus atau secara bersamaan varian Delta dan Omicron menyerang pasien tersebut di dalam tubuh. Namun, ketika Nguyen melihat lebih jauh data yang ada, dan ternyata ditemukan petunjuk bahwa kesimpulan pasien terinfeksi varian Delta dan Omicron sekaligus itu salah. Setiap sampel virus dalam sampel yang diambil dari pasien itu ternyata benar-benar membawa kombinasi gen dari dua varian ini. Para ilmuwan menyebut virus semacam itu sebagai rekombinan. Dalam kasus ini, Nguyen menemukan lebih banyak kemungkinan rekombinan di Belanda dan Denmark, dan kemungkinan sudah ada sejak Januari 2022. “Itu membuat saya curiga bahwa ini mungkin nyata,” kata dia. 2. Kenapa bisa muncul Deltacron? Pimpinan teknis Covid-19 WHO Maria Van Kerkhove dalam konferensi pers WHO pada Rabu (10/3/2022) mengatakan, meskipun tingkat deteksinya masih sangat rendah, saat ini di banyak negara para ilmuwan sudah melaporkan dan sedang mengawasi lebih lanjut terkait hibrida virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19, tepatnya rekombinan antara varian Delta dan Omicron. “Ini sudah bisa diduga, apalagi dengan sirkulasi (varian) Omicron dan Delta yang intens ini,” kata dia. Hal ini pun ditambahkan oleh Dokter Spesialis Penyakit Dalam subspesialis Hematologi-Onkologi (Kanker), Prof Dr dr Zubairi Djoerban Sp.PD, KHOM dalam akun Twitter resminya. Prof Zubairi menjelaskan, Deltacron ini bisa muncul ketika seseorang terinfeksi dengan dua varian Delta serta Omicron, dan sel mereka kemudian bereplikasi bersama. 3. Sudah ada bukti kuat Dr Nguyen membagikan temuannya ini di forum online bernama cov-lineages, di mana para ilmuwan saling membantu melacak varian baru. “Ada banyak bukti yang diperlukan untuk menunjukkan bahwa itu nyata,” jelasnya. Pembenaran bahwa adanya rekombinan antara varian Delta dan Omicron ini pun ditambahkan oleh ahli virus di Institut Pasteur di Paris, Dr Etienne Simon. Simon menyampaikan bahwa dari apa yang dilaporkan atau diunggah oleh Dr Nguyen, mereka pun bergegas untuk memeriksa ulang kecurigaan tersebut. “Dan ya, kami dengan cepat mengonfirmasi bahwa memang begitu,” kata Simon. Bahkan mereka menemukan lebih banyak sampel virus rekombinan sejak itu, dan telah dipelajari lebih jauh di laboratorium dalam bentuk sampel beku. 4. Apakah Deltacron lebih berbahaya? Dr Etienne Simon Loriere dari Institut Pasteur mengatakan, memang banyak pemikiran bahwa hibrida atau rekombinan antara Delta dan Omicron terdengar sangat menakutkan. Namun, ada banyak alasan untuk tidak perlu panik. “Ini bukanlah suatu kekhawatiran baru,” kata dia. Rekombinasi ini dikatakan Simon memang sangat jarang terjadi. Tetapi, karena keberadaannya yang diduga sudah ada sejak Januari, ini menunjukkan bahwa kemampuan perkembangan atau tumbuhnya virus rekombinan Deltracon tidak eksponensial. Senada dengan Simon, seorang profesor dan kepala peneliti penyakit menular di University at Buffalo di New York dalam Health edisi 11 Maret 2022 menyampaikan, tidak ada banyak kasus infeksi Deltacron saat ini yang bisa dibandingkan dengan infeksi kasus varian Delta dan Omicron. Untuk itu, masih banyak sekali yang belum kita ketahui dari Deltacron ini untuk menyebutkan lebih berbahaya atau lebih aman dibandingkan kedua varian sebelumnya. “Ada sangat sedikit dari kasus ini (Deltacron) yang diidentifikasi sejak awal Januari, jadi tidak memiliki kelebihan yang selektif,” jelasnya. Dengan kata lain, jika itu akan menjadi lebih menular daripada infeksi varian Omicron, yang sekarang mendominasi kasus Covid-19 di banyak negara di dunia, maka bisa jadi seharusnya kasus Deltacron saat ini sudah cukup signifikan meningkat. Oleh karena itu, para ahli pun menegaskan bahwa meskipun rekombinan Delta dan Omicron (Deltacron) ini sudah benar-benar diakui dan dikonfirmasi oleh WHO, yang paling penting dilakukan adalah protokol kesehatan dan vaksinasi Covid-19 sebagai bentuk pencegahan. 5. Potensi rekombinan lainnya Menurut Simon, kemunculan Deltacron ini memberikan peringatan bahwa mungkin ada beberapa virus rekombinan berbeda yang terbentuk dari Delta dan Omicron. “Yang kita lihat di Prancis dan di Denmark atau Belanda, terlihat sangat mirip dan mungkin rekombinan yang sama (dengan virus induk yang sama) yang telah bepergian,” kata Simon. Namun, hal ini tidak menutup kemungkinan bahwa bisa saja rekombinan Delta-Omicron yang dilaporkan di negara-negera termasuk Inggris dan Amerika Serikat merupakan gabungan bagian berbeda dari virus induknya, dan itu akan memunculkan sesuatu yang berbeda dengan Deltacron yang terlihat di Prancis. Artinya, masih banyak kemungkinan rekombinan ini terjadi dalam bentuk mutasi-mutasi lainnya lagi yang masih terus harus dipelajari oleh para ahli. “Kami mungkin perlu mencari nama lain untuk menunjukkan rekombinan itu, atau mulai menambahkan nomor,” ujarnya. 6. Deltacron telah terdeteksi di beberapa Negara Dalam pembaruan database internasional tentang urutan virus per 10 Maret 2022, untuk di kawasan Eropa sendiri dilaporkan 33 sampel varian baru rekombinan Delta dan Omicron ini di Prancis, 8 di Denmark, 1 di Jerman dan 1 di Belanda. Sementara itu, Dr Nguyen saat ini sedang mengamati urutan database dari Amerika Serikat yang dicurigai merupakan kasus infeksi varian rekombinan serupa. Ilmuwan di Helix, sebuah laboratorium di California menemukan dua infeksi yang melibatkan versi cukup serupa Deltacron setelah pengurutan lebih dari 29.000 sampel positif Covid-19 yang dikumpulkan dari seluruh dunia dari 22 November 2021 hingga 13 Februari 2022. 7. Tingkat penularan dan risiko kematian akibat Deltacron
Prof Zubairi menjelaskan, bahwa saat ini hanya sedikit data terkait rekombinan virus Deltacron, dan ini belum bisa dijadikan landasan atau digunakan untuk mengukur apakah kita perlu khawatir atau tidak perlu khawatir. Namun, sejumlah ahli mengatakan bahwa varian ini harus diawasi. "Mungkin sekali tidak berbahaya ketimbang varian Omicron. Belum bisa dipastikan. Karena jumlah kasusnya masih amat sedikit," tegasnya. Dr Jaffrey Barret, yang sebelumnya memimpin inisiatif genomik Covid-19 di Welcome Trust Sanger Institute mengatakan, varian rekombinan sebenarnya tidak jarang terjadi dan Deltacron bukanlah yang pertama dan tidak akan menjadi yang terakhir dalam kasus penyakit Covid-19 ini. “Ini terjadi setiap kali kita berada di periode transisi dari satu varian dominan yang lain, dan biasanya merupakan keingintahuan ilmiah, tetapi tidak jauh lebih dari itu,” kata Barret dikutip dari The Guardian. “Kita perlu mengawasi perilaku (infeksi Deltacron) dalam hal penularan ini dan kemampuannya untuk melarikan (menghindari) diri dari perlindungan kekebalan tubuh kita yang diinduksi vaksin,” tambahnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Adi Wikanto