Kasus Covid-19 melonjak, Menkeu alokasikan anggaran mendesak hingga Rp 76,7 triliun



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan ada indikasi belanja penangan pandemi virus corona bertambah Rp 76,7 triliun. Anggaran tersebut dialokasikan untuk kebutuhan mendesak seiring dengan peningkatan jumlah kasus virus corona.

Meski anggaran bertambah, Bendahara Negara itu menyampaikan hal tersebut tidak akan memperlebar defisit sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang (UU) tetang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2021 yang dipatok 5,7% terhadap produk domestik bruto (PDB). 

“Tambahan kebutuhan mendesak sebab kenaikan jumlah kasus Covid-19 yang sudah diputuskan Presiden dan kami akan gunakan bagian refocusing untuk tadi memberikan pemihakan,” kata Menkeu saat Rapat Kerja bersama Komisi XI, Rabu (27/1).


Sri Mulyani menegaskan, langkah refocusing anggaran sudah sesuai dengan kesepakatan pemerintah dan DPR yang memperbolehkan melakukan refocusing anggaran. Syaratnya, tidak melebihi total anggaran belanja negara tahun ini sebesar Rp 2.750 triliun.

Baca Juga: Sri Mulyani minta restu DPR terapkan cukai minuman berpemanis

“DPR kan meminta kita tetap jaga defisit tidak lebih dari 5,7%, ini tugas yang sangat berat kami akan coba sesuai permintaan DPR menjaga fiskal,” kata Menkeu Sri Mulyani.

Secara rinci Sri Mulyani mengatakan kebutuhan mendesak terdiri dari Rp 14,6 triliun untuk bidang kesehatan yang meliputi insentif tenaga kesehatan, penanganan pasien biaya perawatan pasien Covid-19, santunan kematian tenaga kesehatan, serta komunikasi publik untuk penanganan kesehatan dan program vaksinasi.

“Bidang kesehatan, Presiden putuskan insentif tenaga kesehatan diteruskan di 2021 meski magnitude diturunkan. Tambahan anggaran kesehatan hal itu, ini di luar vaksinasi,” ungkap Menkeu.

Kedua, untuk menambah anggaran perlindungan sosial sebesar Rp 36,6 triliun. Anggaran ini ditujukan untuk tambahan program kartu prakerja dari yang ditingkatkan dua kali lipat dari anggaran semula. 

“Tadinya tahun ini Rp 10 triliun, kemudian disamakan seperti tahun lalu menjadi Rp 20 triliun,” kata Menkeu.

Program perlindungan sosial lainnya yakni pemerintah akan melanjutkan program stimulus untuk diskon listrik hingga kuartal II-2021. Namun pada periode April hingga Juni pemerintah mulai menurunkan persentase diskon tarif listrik yang diberikan. 

Untuk pelanggan 450 volt ampere (VA) yang saat ini mendapatkan diskon tarif listrik 100% atau digratiskan hingga tiga bulan mendatang, dan setelah itu akan diturunkan tarif menjadi hanya 50%. Sementara, pelanggan 900 VA diskonnya pun akan dikurangi menjadi 25 persen.

“Tujuannya, di saat ekonomi mulai tumbuh, maka normalisasi bantuan pemerintah mulai ditarik,” tuturnya.

Lalu, bantuan kuota internet bagi pelajar dan pengajar akan dilanjutkan di tahun ini. Akan tetapi, Menkeu mengungkapkan pagu anggaran program perlindungan sosial itu belum sempat dimasukkan dalam UU APBN 2021 dalam pagu Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Agama. Alhasil, ini dimasukkan dalam kebutuhan mendesak.

Baca Juga: Sri Mulyani sebut APBN 2020 mampu jaga kontraksi perekonomian RI akibat Covid-19

Selanjutnya, bantuan sosial tunai juga akan diberikan tambahan oleh pemerintah menjadi Rp 300.000 per bulan dari sebelumnya Rp 200.000 per bulan.

Ketiga, tambahan anggaran untuk Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dan dunia usaha sebesar Rp 25,5 triliun. Peningkatan kebutuhan ini terjadi karena pemerintah memutuskan menyamakan subsidi bunga kredit usaha rakyat (KUR) dengan non-KUR.

Selain itu, pemerintah juga tetap memberikan pembebasan rekening minimum dan abodemen listrik.

“Kita juga cover rekening abonemen listrik,tetap kita berlakukan jadi PLN tidak mencharge badan usaha yang tidak gunakan listrik, itu meringankan sekali untuk dunia usaha,” ucap Menkeu.

Selanjutnya: Ini alasan pemerintah kerek anggaran PEN tahun ini jadi Rp 553,09 triliun

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi