KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) jatuh 1,01% ke level 6.007,12 pada Jumat (18/6). Pelemahan ini membuat IHSG hanya mampu menguat 0,47% sejak awal tahun. SVP Research Kanaka Hita Solvera Janson Nasrial mengatakan, ada dua faktor yang menyebabkan IHSG terus bergerak di bawah level 6.100. Dari eksternal, adanya akselerasi inflasi di Amerika Serikat (AS) yang mencapai 3,4% serta The Fed mempercepat kenaikan suku bunga di 2023 sebanyak dua kali dari yang sebelumnya terjadwal di 2024. "Sebelum kenaikan suku bunga pastinya akan ada tapering yang malah mungkin akan terjadi lebih awal, di akhir kuartal IV-2021 atau awal kuartal I-2022 dan ini menjadi katalis negatif bagi emerging market. Akan terjadi capital outflow dan rupiah melemah," kata Janson kepada Kontan.co.id, Minggu (20/6).
Baca Juga: Saat IHSG tertekan, lima saham ini justru cetak rekor sejak awal tahun Sedangkan dari internal, kenaikan kasus positif Covid-19 dalam tiga minggu ini membuat adanya kekhawatiran karantina wilayah (lockdown). Dari sisi valuasi, Janson menilai, IHSG sebenarnya masih undervalue dari sisi price book value (PBV). Di mana PBV IHSG menjadi yang terkecil di Asean yaitu 1,5 kali sedangkan di Asean 1,8 kali. Valuasi IHSG disebabkan menurunnya return on equity (ROE) emiten-emiten di bursa saham Indonesia. Sementara itu, secara year-to-date (ytd) atau dari awal 2021 hingga Jumat (18/6), Janson melihat, IHSG satu-satunya indeks di Asean yang mencatat foreign net inflow sebesar US$ 700 juta. "Sehingga asing masih tertarik pada IHSG yaitu murahnya valuasi dan potensi membaiknya pertumbuhan ekonomi dan EPS growth di kuartal II-2021," jelas dia.