Kasus e-KTP: Gamawan Fauzi terima US$ 4,5 juta?



JAKARTA. Sebagai pimpinan pelaksana proyek e-KTP, mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi disebut menerima US$ 4.5 juta dan Rp 50 juta dalam pengadaan proyek ini.

"Selain memperkaya diri sendiri, perbuatan para terdakwa juga memperkaya orang lain dan korporasi sebagai berikut, satu Gamawan Fauzi sejumlah US$ 4,5 juta dan Rp 50 juta," ujar salah satu jaksa KPK, Kamis (9/3).

Hal itu tertulis dalam surat dakwaan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap terdakwa Irman dan Sugiharto, mantan pejabat Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri.


Disebutkan, kasus ini bermula pada saat Gamawan Fauzi selaku Mendagri mengusulkan pembiayaan proyek e-KTP pada tahun 2009. Lantaran disetujui, proyek e-KTP dibahas dalam serangkaian rapat kerja dan rapat dengar pendapat di Komisi II DPR.

Dalam suatu pertemuan antara Gamwan, pejabat kemendagri, pimpinan komisi II dan beberapa anggota DPR. Salah satu anggota DPR, Mustoko Weni mengajukan nama pengusaha Andy Narogong untuk menjadi pelaksana proyek.

Mustoko juga menjamin bahwa jika benar Andy yang ditunjuk, dia akan memberikan fee kepada anggota DPR dan pejabat di Kementerian.

Setelah disetujui dan dilaksanakan, Gamawan sempat meminta tambahan anggaran lewat DPR karena Konsorsium Percetakan Negara RI (PNRI) belum dapat menyelesaikan target pekerjaannya.

Lantaran pelaksanaan yang diajukan Andy tersendat, pada Maret 2011, Andy memberikan uang US$ 2 juta kepada Gamawan melalui Afdal Noverman dengan tujuan pelelangan pekerjaan proyek e-KTP tidak dibatalkan.

Pada Juni 2011, Andi kembali memberikan uang pada Gamawan melalui adiknya, Azmin Aulia, sejumlah US$ 2,5 juta. Uang tersebut ditujukan untuk memperlancar penetapan lelang.

Sementara uang Rp 50 juta diberikan oleh Irman saat kunjungan kerja di Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, dan Papua.

Gamawan Fauzi pada Januari lalu pernah menegaskan, penerapan paket pengadaan e-KTP 2011-2012 sudah mendapat pengawasan. Bahkan, dia sudah meminta pengawasan dari KPK.

Pada Kompas.com dia bilang, KPK menyarankan dirinya didampingi Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang saat itu dikepalai Agus Rahardjo yang kini menjabat ketua KPK.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia