Kasus Gagal Bayar iGrow, LinkAja akan Dilibatkan sebagai Pihak Tergugat



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Platform fintech peer to peer (P2P) lending PT iGrow Resources Indonesia atau iGrow tengah dihadapkan permasalahan gagal bayar. Untuk meminta pertanggungjawaban, LinkAja sebagai pemilik iGrow akan dijadikan pihak tergugat oleh para lender.

Terkait hal itu, pengacara dari 40 lender yang tergabung dalam Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) Rifqi Zulham menegaskan akan ikut menyeret LinkAja ke meja hijau.

"LinkAja akan kami seret ke meja hijau dan dilibatkan sebagai Pihak Tergugat juga dalam Gugatan Perbuatan Melawan Hukum nantinya untuk dimintai pertanggungjawaban ganti kerugian secara tanggung renteng dengan Igrow," ucap Rifqi kepada Kontan.co.id, Selasa (11/7).


Baca Juga: LinkAja Tak Berkewajiban Bayar Gugatan, Ini Respons Kuasa Hukum Lender iGrow

Rifqi menambahkan, meskipun LinkAja mengaku telah menggandeng pihak eksternal untuk melihat kekurangan dan perbaikan iGrow ke depan, tetapi tidak menghilangkan tanggung jawab LinkAja dan iGrow untuk tetap menyelesaikan kerugian yang dialami para lender.

Lantaran dipicu permasalahan gagal bayar, iGrow harus berurusan dengan pengadilan karena munculnya gugatan perbuatan melawan hukum yang didaftarkan oleh 40 lender ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pada 5 Juni 2023 dengan perkara nomor 507/Pdt.G/2023/PN JKT.SEL. Gugatan itu menerangkan PT. iGrow Resources Indonesia sebagai Tergugat, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai Turut Tergugat I, AFPI Turut Tergugat II, Menkominfo Turut Tergugat III.

Namun, dalam gugatan yang didaftarkan tersebut tak tercantum nama LinkAja sebagai pemilik iGrow. Dengan demikian, LinkAja kemungkinan besar masih bisa terseret dalam kasus kali ini.

Terkait statement LinkAja yang menyatakan tidak memiliki kewajiban untuk membayar kerugian para lender, Rifqi menilai hanya sebagai alibi dan bentuk defensif pihak LinkAja maupun iGrow agar tidak dapat dimintai pertanggungjawaban.

"Sebab, yang menentukan hal mengenai ada atau tidaknya kewajiban tersebut adalah kewenangan penuh majelis hakim yang memeriksa perkara ini melalui Putusan Pengadilan yang telah inkracht atau berkekuatan hukum tetap," ungkapnya.

Rifqi menambahkan jika dilihat dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, POJK Nomor 6/POJK.07/2022 tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat di sektor jasa keuangan, KUHPerdata 1365, 1366, 1367, maka sangat dimungkinkan penyelenggara dapat dimintai pertanggungjawaban berupa ganti kerugian material dan immateril.

"Tak hanya meminta pertanggungjawaban Perseroan Terbatas sebagai penyelenggara terkait ganti kerugian tersebut, bahkan pemegang saham dan direksi pun bisa dimintai pertanggunjawaban hingga pada harta kekayaan pribadinya," ungkapnya. 

Baca Juga: Kasus Gagal Bayar, LinkAja Sebut Tak Berkewajiban Bayar Gugatan Lender iGrow

Dia menyampaikan hal itu bisa dilakukan merujuk dalam Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Hal tersebut dikenal dengan prinsip piercing the corporate veil, yang pada intinya tanggung jawab PT beralih menjadi tanggung jawab Pemegang Saham, Dewan Komisaris, atau Direksi secara pribadi, yaitu pertanggungjawaban sampai dengan kekayaan pribadi atas kerugian yang dialami oleh tiap-tiap pihak berkepentingan.

Oleh karena itu, kata dia, isu transparansi dan kepatuhan yang sedang dalam pemeriksaan oleh OJK menjadi poin yang sangat penting.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi