JAKARTA. Bursa Efek Indonesia (BEI) tidak akan memeriksa mantan petinggi UBS Indonesia, Rajiv Louis yang tersangkut kasus
insider trading. Pasalnya, tidak ada alasan bagi otoritas bursa untuk melakukan menyelidiki perusahaan tersebut. Direktur Pengawasan Transaksi dan Kepatuhan BEI, Hamdi Hassyarbaini mengatakan tidak ada dasar bagi BEI untuk memeriksa lantaran transaksi yang dilakukan tersebut bukan di UBS Indonesia, melainkan melalui perusahaan di Singapura.
"Dia (Rajiv Louis) juga sudah keluar dari UBS sejak tahun 2013, jadi kita tidak bisa periksa," katanya di Jakarta, Selasa (27/10). Kesimpulan tersebut didapat setelah BEI meminta keterangan dari pihak UBS Indonesia. Hamdi bilang, sebetulnya setiap broker sudah mempunyai aturan dan perangkat bagi karyawannya. Oleh karena itu, dia melihat kasus tersebut tidak melibatkan istansi tetapi lebih pada ketidaktaatan individu. Rajiv dikenai denda sebesar S$ 434.912 oleh otoritas bursa Singapura (14/10) karena terbukti menjadi
insider trading dalam transaksi saham PT Bank Danamon Tbk (BDMN). Kasus itu terjadi pada tahun 2012 silam, saat Rajiv bekerja di Jakarta sebagai Kepala UBS Indonesia. The Monetary Authority of Singapore (MAS) menyebutkan bahwa Rajiv memborong satu juta saham BDMN pada Maret 2012 melalui akun saham milik istrinya di Singapura. Rajiv dituduh sebagai
insider trading karena dianggap sudah mengetahui rencana akuisisi Bank Danamon oleh DBS Group Holding Ltd sebelum rencana itu diumumkan secara resmi ke publik. Meski transaksi akuisisi itu akhirnya batal, namun Rajiv sudah mendapat untung sebesar US$ 173.965 dari kenaikan saham BDMN. Menurut Hamdi, kasus insider trading sulit ditelusuri oleh otoritas bursa tanpa ada laporan dari orang lain. Tidak ada yang bisa membuktikan apakah seseorang melakukan transaksi diam-diam setelah ngobrol dengan emiten. Dia menduga bahwa MAS tidak menyelediki kasus Rajiv tersebut secara khusus karena transaksimya tidak dalam jumlah yang signifikan.
Namun, seseorang yang bekerja di perusahaan tempat istri Rajiv melakukan transaksi melaporkan ke PPATK bahwa ada transaksi mencurigakan. Hamdi menjelaskan, kasus
insider trading hanya bisa dengan mudah diungkap apabila broker-broker menerapkan sistem
suspicious transaction report. Artinya, jika ada broker yang melihat nasabahnya melakukan transaksi di luar profilnya maka harus segera melaporkan hal tersebut ke PPATK. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Adi Wikanto