KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Laporan baru-baru ini dari Lembaga Kajian Persaingan dan Kebijakan Usaha, Fakultas Hukum Universitas Indonesia (LKPU-FHUI) mengenai dugaan kartel minyak goreng menyatakan bahwa bukti yang diajukan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) tidak cukup kuat untuk menyatakan pelanggaran Undang-Undang Nomor 5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU Antimonopoli). Laporan tersebut menjelaskan bahwa kenaikan harga minyak goreng kemasan pada akhir 2021 hingga pertengahan 2022 dipicu oleh beberapa faktor, termasuk kenaikan harga Crude Palm Oil (CPO) di pasar global akibat pandemi Covid-19 dan perang Rusia-Ukraina. Ketua LKPU-FHUI, Ditha Wiradiputra, menjelaskan bahwa kebijakan pemerintah untuk mengendalikan harga minyak goreng kemasan justru berdampak negatif, dengan harga yang semakin tinggi dan ketersediaan yang minim di pasar.
Kasus Kartel Minyak Goreng, Bukti yang Diajukan KPPU Dinilai Tidak Cukup Kuat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Laporan baru-baru ini dari Lembaga Kajian Persaingan dan Kebijakan Usaha, Fakultas Hukum Universitas Indonesia (LKPU-FHUI) mengenai dugaan kartel minyak goreng menyatakan bahwa bukti yang diajukan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) tidak cukup kuat untuk menyatakan pelanggaran Undang-Undang Nomor 5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU Antimonopoli). Laporan tersebut menjelaskan bahwa kenaikan harga minyak goreng kemasan pada akhir 2021 hingga pertengahan 2022 dipicu oleh beberapa faktor, termasuk kenaikan harga Crude Palm Oil (CPO) di pasar global akibat pandemi Covid-19 dan perang Rusia-Ukraina. Ketua LKPU-FHUI, Ditha Wiradiputra, menjelaskan bahwa kebijakan pemerintah untuk mengendalikan harga minyak goreng kemasan justru berdampak negatif, dengan harga yang semakin tinggi dan ketersediaan yang minim di pasar.