Kasus Korupsi Minyak Goreng Seret Korporasi, Ini Kata Ombudsman



KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Tiga perusahaan di sektor industri sawit, yaitu Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group, menjadi tersangka dugaan korupsi pengadaan minyak goreng, meskipun mereka mengikuti kebijakan pemerintah. 

Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, mengatakan dalam aporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) Ombudsman menunjukkan bahwa masalah ini bermula dari ketidakmampuan Kemendag dalam memitigasi dampak kenaikan harga CPO. 

Ia bilang pada 2022, investigasi Ombudsman menemukan setidaknya 7 kebijakan pemerintah mengenai pengendalian harga minyak goreng. 


Baca Juga: Hati-hati, Jika Krisis Pangan Tak Bisa Teratasi Inflasi Bisa Melonjak ke 4,5%

Namun, kebijakan yang sering berubah-ubah tersebut membuat pelaksanaannya menjadi membingungkan, berpotensi merugikan pelaku usaha dan masyarakat. 

Ombudsman juga menyoroti implementasi Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng yang tidak efektif, dengan sejumlah wilayah Indonesia mengalami disparitas harga. 

Oleh karena Indonesia adalah negara kepulauan dengan kompleksitas kebutuhan berbeda di setiap wilayah, kebijakan harus disesuaikan dan tidak dipukul rata.

"Banyaknya jumlah peraturan menteri yang diterbitkan dalam kurun waktu yang relatif sangat singkat untuk mengendalikan permasalahan minyak goreng, namun tidak mampu mengatasi permasalahan minyak goreng yang dihadapi dalam waktu cepat. Sehingga menimbulkan kerugian pelaku usaha dan masyarakat," ujar Yeka dalam keterangannya, Jumat (25/8).

Baca Juga: Tiga Perusahaan Sawit Jadi Tersangka Karena Kebijakan Minyak Goreng, Ini Kata Pakar

Sebelumnya, Ahli Hukum Pidana UNPAD, Nella Sumika Putri, menyatakan pentingnya membedakan antara perusahaan yang melakukan pelanggaran dan yang hanya mengikuti kebijakan pemerintah. 

Jika perusahaan hanya mengikuti kebijakan, maka tindakan mereka bisa dibenarkan. Misalnya, jika ada aturan HET namun ada kebijakan lain yang membolehkan penjualan di atas HET, maka tindakan tersebut sah. 

Nella menyarankan pelaku usaha yang merasa tak bersalah untuk mencari penyelesaian di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Sebelum penuntutan dilanjutkan, perlu ada pembuktian mengenai kepatuhan perusahaan terhadap aturan pemerintah. 

Di PTUN, dapat diklarifikasi apakah kebijakan yang dijalankan perusahaan sesuai atau bertentangan dengan aturan pemerintah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli