Kasus korupsi proyek Labuhanbatu, KPK tetapkan Umar Ritonga dalam DPO



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta Kepolisian RI (Polri) untuk memasukkan tersangka kasus korupsi Labuhanbatu, Umar Ritonga (UMR) ke dalam daftar pencarian orang (DPO). KPK juga telah mengirimkan permintaan yang sama ke NBC Interpol Indonesia.

"Surat tersebut disertai foto dan permintaan agar tersangka ditangkap dan diserahkan ke KPK," jelas Febri Diansyah, Juru bicara KPK di depan Gedung KPK, Selasa (24/7) sore.

Febri mengaku, KPK telah secara persuasif untuk meminta Umar dan keluarganya untuk mendatangi KPK guna dilakukan pemeriksaan. Namun, nampaknya cara itu tidak berhasil. KPK mengingatkan bagi masyarakat agar melaporkan keberadaan Umar dan tidak menyembunyikannya.


"Kami ingatkan juga bagi pihak-pihak yang mencoba menyembunyikan tersangka ada risiko pasal 21 dengan ancaman pidana minimal 3 tahun dan maskimal 12 tahun," tegas Febri.

Sebelumnya, Umar Ritonga, berlaku tidak kooperatif saat OTT berlangsung. Pasalnya, UMR melarikan diri saat tim penyidikan ingin melakukan pengamanan. UMR diduga berpindah-pindah tempat dan sampai kini belum diamankan.

"Saat itu kondisi hujan dan sempat terjadi kejar-kejaran antara mobil tim KPK dan UMR. UMR melakukan perlawanan dan hampir menabrak Pegawai KPK yang sedang bertugas saat itu," Saut Situmorang, Wakil Ketua KPK pada konferensi pers di Gedung KPK, Rabu (18/7).

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan tiga tersangka terkait kasus korupsi proyek-proyek Labuhanbatu Tahun Anggaran 2018. Ketiga tersangka itu adalah Bupati Labuhanbatu, Pengenal Harahap (PHH), Pemilik PT Binivan Konstruksi Abadi, Effendy Sahputra (ES), dan orang kepercayaan pengenal, Umar Ritonga (UMR).

"Diduga uang sebesar Rp 500 juta yang diberikan ES kepada PHH melalui UMR dan AT bersumber dari pencairan dana pembayaran proyek pembangunan RSUD Rantau Prapat Kabupaten Labuhanbatu," papar Saut Situmorang, Wakil Ketua KPK pada konferensi pers di Gedung KPK, Rabu (18/7).

Sebagai pihak yang diduga penerima, Umar disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20/2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi