KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dugaan kasus tindak pidana korupsi pemberian kredit dan novasi oleh PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) cabang Semarang dan novasi kini telah masuk dalam tahap penyidikan oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung). Terakhir, Kejagung mengungkap tengah melakukan pemeriksaan terhadap beberapa saksi guna memperdalam kasus tersebut. Menanggapi hal tersebut, Manajemen Bank BTN pun angkat bicara. Sekretaris Perusahaan BTN Achmad Chaerul membenarkan bahwa permasalahan kredit yang terjadi pada kantor cabang BTN Semarang sampai saat ini statusnya masih dalam tahap penyidikan oleh Kejagung.
Baca Juga: Kejagung periksa saksi dugaan tindak pidana korupsi BTN cabang Semarang Menurut perseroan, novasi yang dilakukan oleh perseroan merupakan langkah-langkah pengamanan bank dalam rangka prudential
banking process untuk menyelamatkan kredit yang telah disalurkan, terutama dalam pengembangan proyek di wilayah tersebut. "Dalam hal Kejaksaan Agung RI akan memutuskan tentang kebijakan novasi tersebut, perseroan akan mengikuti proses hukum yang berjalan," ujarnya kepada Kontan.co.id, Selasa (27/8). Ia melanjutkan, bahwa pihaknya tetap tunduk kepada hukum serta mengedepankan pelaksanaan
good corporate governance (GCG) dalam menjalankan bisnis perbankan.
Baca Juga: Kasus novasi BTN, Kejagung sudah kantongi nama tersangka? Sebagai informasi saja, dalam keterangan resmi yang diterima Kontan.co.id, Senin (26/8) Kejagung mengungkap telah melakukan pemeriksaan terhadap saksi M. Fadly Habibie, Staf Asset Management Division BTN Cabang Semarang terkait pemberian kredit kepada debitur PT Tiara Fatuba dan novasi kepada PT Nugra Alam Prima serta PT Lintang Jaya Property. Fadly Habibie diperiksa terkait pencairan kredit yang diajukan oleh Tiara Fatuba. Kasus ini menurut Kejagung bermula pada bulan April 2014 di Kantor BTN cabang Semarang lewat pemberian kredit kepada Tiara Fatuba sebesar Rp 15,2 miliar. Disinyalir, pemberian kredit tersebut dilakukan tidak sesuai dengan Surat Edaran Direksi Bank BTN, yang mengakibatkan kredit macet sebesar Rp 11,9 miliar.
Baca Juga: Kejagung Menyidik Kasus Kredit Macet Lebih dari Rp 150 Miliar di Bank BTN Setelah itu, pada Desember 2015 pihak Asset Management Division kantor pusat BTN melakukan novasi kepada Nugra Alam Prima dengan nilai Rp 20 miliar tanpa adanya tambahan agunan. Langkah ini tentu tidak sesuai dengan prosedur dan melanggar prinsip kehati-hatian perbankan. Lagi-lagi, hal ini membuat kredit macet hingga mencapai Rp 15,6 miliar. Kemudian, bulan November 2016, Asset Management Division kantor pusat BTN kembali melakukan tindakan novasi secara sepihak dari Nugra Alam Prima ke Lintang Jaya Property yang juga tidak sesuai prosedur sebesar Rp 27 miliar. "Hal tersebut menyebabkan kredit macet sebesar Rp 26 miliar alias masuk kategori kolektibilitas 5 (kol 5)," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Mukri. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Barratut Taqiyyah Rafie