Kasus penganiayaan PRT, Brigjen MS pensiun di 2013



JAKARTA. Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Pol Ronny Franky Sompie membenarkan bahwa Brigadir Jenderal MS merupakan salah satu perwira tinggi Polri yang pernah berdinas di Mabes Polri. Namun, MS rupanya telah pensiun dari kesatuannya sejak tahun lalu. “Beliau purnawirawan dari Puslitbang (Pusat Penelitian dan Pengembangan) Polri yang sudah tidak lagi berdinas sejak tahun lalu,” kata Ronny di Mabes Polri, Kamis (20/2/2014). Sejak kasus dugaan penganiayaan dan penyekapan terhadap 15 pekerja rumah tangga mencuat, penyidik masih belum memanggil MS dan istrinya, M, untuk menjalani pemeriksaan di kantor Kepolisian Resor Bogor Kota. Pemeriksaan terhadap keduanya baru dilakukan penyelidik di kediaman mantan jenderal bintang satu itu di Blok C5, Jalan Danau Matana, Kompleks Duta Pakuan, RT 008 RW 003 Tegal Lega, Bogor Tengah, Kota Bogor. “Hari ini penyidik juga sudah bertemu dengan MS. Beliau sangat welcome kepada para penyidik,” Sementara itu, penyidik juga masih belum menetapkan MS dan M sebagai tersangka atas kasus dugaan penganiayaan dan penyekapan. Menurut Ronny, jika nantinya ditemukan alat bukti yang cukup maka tidak menutup kemungkinan keduanya dapat dijadikan sebagai tersangka. “Kalau semua hasil penyelidikan terdapat bukti permulaan yang cukup, maka kepada MS dan istri akan dilakukan proses penyidikan oleh Polres Bogor Kota,” ujarnya. Sebelumnya, terungkapnya kasus ini bermula dari laporan salah seorang pekerja MS, yakni Yuliana Leiwer (19). Pada Jumat, perempuan pekerja ini mengadu ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu Polres Bogor Kota terkait penyekapan di rumah MS. Yuliana juga mengadu telah menjadi korban penganiayaan fisik dan tidak digaji selama tiga bulan bekerja oleh M. Kondisi serupa dialami rekan Yuliana lainnya. Selama bekerja, pekerja di rumah mewah seluas 500 meter persegi itu kerap mendapat perlakuan kasar, yakni ditampar dan dicakar oleh M. Tindakan itu antara lain diterima pekerja apabila terjadi kesalahan yang dilakukan pekerja sekecil apa pun. Mereka dipekerjakan dari pukul 05.00 sampai pukul 24.00. Selepas itu, mereka baru boleh beristirahat. Alat telekomunikasi, yakni telepon seluler, milik pekerja disita majikan. Tujuannya, kekerasan yang dialami pekerja tidak tersebar atau diketahui orang lain dan kerabat. Yuliana tidak betah dan mencoba kabur. Namun, upaya melarikan diri ternyata sulit terwujud karena jendela berteralis dan pagar berkawat duri. Selain itu, juga ada petugas jaga. Dalam satu kesempatan, Yuliana bisa mendapatkan kembali telepon seluler dan mengirim pesan singkat (SMS) berisi permintaan tolong kepada kerabat. Keluarga kemudian datang dan mengambil Yuliana dari keluarga MS. Selanjutnya, Yuliana melaporkan yang dia alami ke Polres Bogor Kota. Berdasarkan penelusuran Kompas, peristiwa yang menimpa belasan pekerja itu mengulangi kejadian serupa pada September 2012. Waktu itu, 12 pekerja asal Nusa Tenggara Timur kabur dari rumah MS karena mendapat siksaan dan tak digaji. Kala itu, mereka kabur lalu mencoba mencari pertolongan di kantor PT Jasa Marga (Persero), Tol Jagorawi, Baranangsiang, Kota Bogor. Keberadaan mereka diketahui petugas yang kemudian datang, menjemput, dan membawa mereka ke kantor untuk dirawat dan dipulangkan ke daerah asal. (Dani Prabowo)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Dikky Setiawan