Kasus PLTU Riau-1, KPK kembali panggil Samin Tan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil satu saksi hari ini, Kamis (13/9) terkait kasus suap terkait kesepakatan kontrak kerjasama pembangunan PLTU Riau-1. Kasus ini sebelumnya sudah menyeret mantan menteri sosial Idrus Marham sebagai tersangka.

Menurut informasi yang diberikan KPK, saksi tersebut adalah pengusaha Samin Tan yang juga salah satu pengusaha terkaya di Indonesia. Ia dipanggil hari ini hanya sebagai saksi untuk tersangka Idrus Marham (IM).

Sebelumnya, Samin Tan sempat dipanggil bersama dengan pengusaha lain yaitu James Rianto, serta CEO Blackgold Natural Resources, Rickard Philip Cecil. Namun saat pemanggilannya pada Jumat (7/9) ia dikabarkan berhalangan hadir di KPK.


Selain itu, pada Rabu (12/9) yang lalu KPK juga sudah memanggil Dirut PT Smelting Indonesia Prihadi Santoso untuk menjadi saksi pada kasus yang sama.

Adapun tersangka yang sudah ditetapkan pada kasus ini adalah bekas Menteri Sosial, Idrus Marham (IM), mantan anggota DPR periode 2014-2019 Eni Maulani Saragih (EMS) dan juga pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johannes Budisutrisno Kotjo (JBK).

Idrus Marham diduga telah menerima janji commitment fee untuk mendapat bagian yang sama besar dari jatah EMS sebesar US$ 1,5 juta yang dijanjikan JBK jika proyek PLTU Riau-1 berhasil dilaksanakan oleh JBK dan timnya.

Sementara EMS menerima US$ 1,5 juta. KPK terus mendalami kasus ini dan terus mengembangkan pencarian siapa saja yang terlibat dan ikut menerima aliran dana ini.

Idrus Marham terjerat pasal 12 undang-undang huruf atau b atau pasal 11 undang-undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke - 1 KUHP atau pasal 56 ke - 2 KUHP juncto pasal 64 ayat (1) KUHP.

Lalu, EMS dijerat Pasal 12 huruf a dan b atau Pasal 11 UU No. 13/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20/2001 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sedangkan JBK dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20/2001 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi