Kasus Rafael Alun Berpotensi Gerus Kepatuhan Pelaporan SPT Orang Pribadi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA  Buntut kasus eks pejabat pajak Rafael Alun Trisambodo telah memicu gerakan stop membayar pajak. Hal ini sebagai bentuk kekecewaan masyarakat terhadap Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan yang dinilai pajak yang mereka bayar banyak disalahgunakan.

Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menyampaikan bahwa kasus tersebut telah menggerus kepercayaan publik terhadap DJP Kemenkeu hingga memunculkan gerakan boikot bayar pajak. 

Oleh karena itu, dirinya menilai kasus Rafael Alun tersebut akan membuat risiko kepatuhan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Orang Pribadi (OP) akan mengalami penurunan. Terlebih kasus Rafael ini bertepatan dengan masa pelaporan SPT.


Baca Juga: Puluhan Rekening Milik Rafael Alun, Istri, hingga Mario Dandy Diblokir PPATK

"Pastinya akan ada risiko penurunan kepatuhan yakni pelaporan SPT terutama orang pribadi," ujar Fajry kepada Kontan.co.id, Selasa (7/3).

Senada dengan Fajry, Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI) Prianto Budi Saptono mengatakan buntut kasus Rafael tersebut akan menurunkan tingkat kepatuhan pelaporan SPT OP. Hal ini dikarenakan masih ada rasa kekecewaan sebagian masyarakat terhadap kasus Rafael yang menghilangkan kepercayaan publik terhadap DJP.

"Jumlah SPT PPh OP 2022 yang dilaporkan oleh WP OP di Maret 2023 ini memang berpotensi turun. Rasa kecewa sebagian masyarakat terhadap kasus RAT masih bergulir," kata Prianto kepada Kontan.co.id, Selasa (7/3).

Hanya saja, untuk pelaporan SPT PPh Badan menurutnya tidak akan berpengaruh banyak. Hal ini dikarenakan kepatuhan pajak perusahaan sebagai WP Badan relatif lebih baik dari WP OP. Indikasinya bisa terlihat dari pelaksanaan Program Pengungkapan Sukarela (PPS) di tahun 2022 yang hanya menyasar WP OP/

"Potensi penurunan jumlah lapor SPT PPh Badan tidak ada," katanya.

Prianto mengingatkan WP OP yang enggan melaporkan SPT lantaran kecewa perlu berpikir kembali dan mencermati ketentuan pajak yang berlaku. Pasalnya, perangkat hukum yang diberikan oleh Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan (UU KUP) ke DJP sudah lengkap dan powerfull.

Misalnya saja, instrumen penegakan hukum pajak tersebut dimulai dari penerbitan Surat Teguran (ST). Adapun isi ST adalah meminta WP untuk melaporkan SPT PPh OP sesuai dengan jatuh tempo yang disebutkan di ST tersebut.

Prianto menyampaikan, jika WP OP tetap enggan melaporkan SPT, maka DJP dapat mengusulkan pemeriksaan pajak lantaran WP OP tersebut dianggap tidak patuh.

"Jika kondisi demikian terjadi, konsekuensi hukum bagi WP OP tersebut akan lebih berat lagi. Utang pajak akan ditagih plus sanksi administrasi," pungkas Prianto.

Sementara itu, Pengamat Pajak Universitas Pelita Harapan (UPH) Ronny Bako menyampaikan bahwa kasus Rafael tidak akan menurunkan tingkat kepatuhan pelaporan SPT. Hal ini dikarenakan WP telah membaca dan mengetahui bagaimana upaya Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dalam menindak lanjuti kasus Rafael.

Baca Juga: Terbukti Ada Pelanggaran Berat, Kemenkeu Segera Pecat Rafael Alun Trisambodo dari ASN

Sehingga dengan progres tindak lanjut kasus tersebut, Ronny menilai bahwa hal tersebut akan mengembalikan kepercayaan WP sehingga tidak akan berpengaruh terhadap penurunan kepatuhan pelaporan SPT.

Apalagi hari ini WP telah mengetahui bahwa Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) berhasil menelusuri semua transaksi keuangan dan juga memblokir lebih dari 40 rekening Rafael Alun beserta keluarga. Dengan begitu, progres yang dilakukan pemerintah dalam mengusut kasus Rafael diharapkan bisa mengembalikan kepercayaan publik.

"Jadi masyarakat sudah tahu bahwa memang sudah ada progressnya (tindak lanjut)," kata Rafael kepada Kontan.co.id, Selasa (7/3).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .