JAKARTA. Nasabah Raihan Jewellery yang tidak puas dengan kelanjutan kasus hukum Raihan Jewellery kian kecewa. Pasalnya, Polda Jatim mengungkapkan kemungkinan kasus ini akan dialihkan ke ranah perdata. Kasubdit Penerangan Masyarakat Polda Jatim, AKBP Suhartoyo menyebut, pihaknya saat ini sedang mendalami apakah kasus ini masuk dalam pidana atau perdata. Jika tidak menemukan alat bukti yang menguatkan dugaan penipuan Raihan, maka polisi, lanjut Suhartoyo tak bisa menindaklanjuti aduan para nasabah tersebut (Harian KONTAN, 20 Maret 2013).Sontak hal ini membuat kaget para nasabah Raihan. Pasalnya mereka mengadukan direktur Raihan Jewellery, Muhammad Azhari dan dua pimpinan cabang Surabaya untuk kasus dugaan penipuan investasi emas. Sebagai penguat, mereka juga sudah menyuguhkan berbagai barang bukti ke penyidik. Diantaranya, kontrak perjanjian investasi, brosur-brosur penawaran investasi, foto-foto, dan video presentasi Azhari soal investasi emas di Raihan. "Sesuai pasal 379a KUHP, syarat pidananya sudah terpenuhi. Harusnya polisi bisa langsung bertindak," tandas seorang korban pelapor, Diaz Roychan, Rabu (20/3).Hal senada diungkapkan nasabah pelapor berinisial RY. Meski kecewa dengan kemungkinan kasus ini dialihkan ke ranah perdata, lelaki yang sudah menanamkan investasi sebesar Rp 1,61 miliar sejak September 2012 ini berharap, kasus dugaan penipuan Raihan tak berlarut-larut. "Kalau memang dianggap kasus perdata segera umumkan," ujarnya.Jika polisi benar-benar mengalihkan kasus ini ke ranah perdata, Diaz yang juga Ketua DPD Partai PAN Mojokerto ini menegaskan para nasabah pelapor akan segera menunjuk pengacara untuk membela kasus mereka. Asal tahu saja, selama ini nasabah belum mau menggunakan jasa pembela hukum, karena pertimbangan biaya. "Kalau dialihkan ke perdata, kami akan pakai pengacara," tandas Diaz.Pasal 379a KUHP yang dimaksudkan Diaz berbunyi: Barangsiapa menjadikan sebagai mata pencaharian atau kebiasaan untuk membeli barang-barang, dengan maksud supaya tanpa pembayaran seluruhnya memastikan penguasaannya terhadap barang-barang itu untuk diri sendir maupun orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
Kasus Raihan akan dialihkan ke ranah perdata
JAKARTA. Nasabah Raihan Jewellery yang tidak puas dengan kelanjutan kasus hukum Raihan Jewellery kian kecewa. Pasalnya, Polda Jatim mengungkapkan kemungkinan kasus ini akan dialihkan ke ranah perdata. Kasubdit Penerangan Masyarakat Polda Jatim, AKBP Suhartoyo menyebut, pihaknya saat ini sedang mendalami apakah kasus ini masuk dalam pidana atau perdata. Jika tidak menemukan alat bukti yang menguatkan dugaan penipuan Raihan, maka polisi, lanjut Suhartoyo tak bisa menindaklanjuti aduan para nasabah tersebut (Harian KONTAN, 20 Maret 2013).Sontak hal ini membuat kaget para nasabah Raihan. Pasalnya mereka mengadukan direktur Raihan Jewellery, Muhammad Azhari dan dua pimpinan cabang Surabaya untuk kasus dugaan penipuan investasi emas. Sebagai penguat, mereka juga sudah menyuguhkan berbagai barang bukti ke penyidik. Diantaranya, kontrak perjanjian investasi, brosur-brosur penawaran investasi, foto-foto, dan video presentasi Azhari soal investasi emas di Raihan. "Sesuai pasal 379a KUHP, syarat pidananya sudah terpenuhi. Harusnya polisi bisa langsung bertindak," tandas seorang korban pelapor, Diaz Roychan, Rabu (20/3).Hal senada diungkapkan nasabah pelapor berinisial RY. Meski kecewa dengan kemungkinan kasus ini dialihkan ke ranah perdata, lelaki yang sudah menanamkan investasi sebesar Rp 1,61 miliar sejak September 2012 ini berharap, kasus dugaan penipuan Raihan tak berlarut-larut. "Kalau memang dianggap kasus perdata segera umumkan," ujarnya.Jika polisi benar-benar mengalihkan kasus ini ke ranah perdata, Diaz yang juga Ketua DPD Partai PAN Mojokerto ini menegaskan para nasabah pelapor akan segera menunjuk pengacara untuk membela kasus mereka. Asal tahu saja, selama ini nasabah belum mau menggunakan jasa pembela hukum, karena pertimbangan biaya. "Kalau dialihkan ke perdata, kami akan pakai pengacara," tandas Diaz.Pasal 379a KUHP yang dimaksudkan Diaz berbunyi: Barangsiapa menjadikan sebagai mata pencaharian atau kebiasaan untuk membeli barang-barang, dengan maksud supaya tanpa pembayaran seluruhnya memastikan penguasaannya terhadap barang-barang itu untuk diri sendir maupun orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.