Kasus suap PLTU Riau, dua direksi PT PJBI akan diperiksa hari ini



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengagendakan pemeriksaan terhadap dua direksi PT Pembangunan Jawa-Bali Investasi (PJBI). Mereka adalah Direktur Keuangan PT PJBI, Amir Faisal, dan Direktur Operasional PT PJBI, Dwi Hartono. Selain itu, Corporate Secretary PT PJBI, Lusiana Ester, akan mendampingi direksi dalam pemeriksaan tersebut.

"Ketiganya diagendakan pemeriksaan sebagai saksi untuk tersangka JBK (Johannes Budisutrisno Kotjo) dalam kasus tindak pidana korupsi suap terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) Riau-1," jelas Febri Diansyah, Juru Bicara KPK kepada wartawan, Kamis (26/7).

PT PJB Investasi merupakan salah satu perusahaan yang tergabung dalam konsorsium proyek pembangunan PLTU tersebut, bersama dengan PT BlackGold Natural Resources Limited, PT PLN Batubara (PLN BB), dan China Huadian Engineering Co, Ltd. (CHEC).

Seperti dijadwalkan, Eks Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Idrus Marham diagendakan oleh KPK untuk pemeriksaan sebagai saksi terhadap tersangka Kotjo dalam kasus yang sama.

Kamis (19/7) lalu, KPK memeriksa Idrus terkait pertemuan-pertemuan, pembicaraan, dan informasi-informasi terkait proses aliran dana antara Eni dan Kotjo. "Pengetahuan dari saksi tentang hal tersebut menjadi perhatian KPK," jelas Febri Diansyah, Juru Bicara KPK, Kamis (19/7).

Idrus mengaku mengenal dekat dengan kedua tersangka. Pasalnya, "Eni saya panggil dinda. Eni panggil saya abang. Kalau pak Kotjo saya panggil abang, Kotjo panggil saya abang," jawab Idrus.

Sebelumnya, KPK berhasil mengamankan 13 orang terkait kasus suap PLTU Riau, uang sejumlah Rp 500 juta, dan tanda terima uang sebesar Rp 500 juta tersebut. Basaria mengatakan Eni menerima uang sebesar Rp 4,8 miliar itu secara bertahap, yaitu Rp 2 miliar pada Desember 2017, Rp 2 miliar pada Maret 2018, Rp 300 juta pada Juni 2018, dan Rp 500 juta sesaat sebelum OTT.

Eni disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a dan b atau Pasal 11 UU No. 13/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20/2001 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. Sementara itu, Kotjo disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20/2001 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie