Kata Pakar Hukum Prasetya Mulya Soal Audit Perusahaan Sawit



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan menyatakan, pemerintah akan melakukan audit seluruh perusahaan di industri perkebunan kelapa sawit.

Salah satu hal yang disebutkan terkait audit tersebut adalah meminta perusahaan sawit yang berkantor pusat di luar negeri untuk pindah berkantor pusat di Indonesia.

Pakar hukum bisnis Universitas Prasetiya Mulya Rio Christiawan mengatakan, keuntungan memindahkan kantor pusat ke Indonesia untuk perusahaan sawit tersebut adalah perusahaan tersebut dekat dengan asset mereka perkebunan dan pabriknya. Sehingga mempermudah pengawasan, pengumpulan data serta pengambilan keputusan.


Demikian pula bagi pemerintah Indonesia selain memudahkan koordinasi dengan key management juga tidak ada kendala data.

Baca Juga: Rencana Audit Perusahaan Sawit, Ekonom Ini Sarankan 2 Audit

Mengingat rencana audit perlu data yang akurat yang biasanya untuk memberikan data perlu persetujuan kantor pusat sehingga di kantor pusat ada di Indonesia pemerintah lebih mudah memastikan ketersediaan data tersebut.

Rio mengatakan, dengan berkantor pusat di indonesia perusahaan sawit menjadi lebih dekat dengan pemerintah dan akan mempermudah banyak urusan, misalnya urusan yang terkait dengan persetujuan atau proyek sinergis dengan pemerintah.

“Sebaliknya, memindahkan kantor pusat ke Indonesia juga bukan persoalan mudah bagi perusahaan sawit tersebut mengingat banyak key person hingga staff bukan WNI,” ujar Rio kepada Kontan.co.id, Jumat (27/5).

Selain itu dekat dengan pemerintah selain menimbulkan manfaat juga mendatangkan kekhawatiran. Hal tersebut disebabkan masih rendahnya kemudahan berusaha (ease of doing business) di Indonesia utamanya terkait kepastian hukum, tingkat korupsi yang masih tinggi dan politik yang cenderung tidak stabil. 

Kendala yang bersifat komersial bagi perusahaan multinasional adalah kantor pusat tersebut memiliki banyak sektor usaha di banyak negara dan sektor usaha perkebunan di Indonesia hanya salah satunya. 

Terkait obyek audit, Rio menyarankan Pemerintah harus mengaudit tata kelola aspek upstream (perkebunan), pabrik pengolahan dan juga aspek downstream yaitu refinery. “Audit harus dari hulu ke hilir,” ucap Rio.

Dengan menggunakan ukuran environment, social, governance (ESG) ditambah dengan penelusuran produk termasuk pada akhirnya pada pemenuhan kecukupan pasar dalam negeri.

Baca Juga: BPKP Akan Audit Perusahaan Kelapa Sawit

Mengingat audit untuk tata kelola sawit sudah diatur melalui Peraturan Presiden (Perpres) nomor 44 tahun 2020 tentang sistem sertifikasi perkebunan kelapa sawit berkelanjutan atau Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO), bahkan secara internasional juga telah dikenal skema audit Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO).

Sehingga penting juga bagi pemerintah menentukan fokus audit itu sendiri nantinya, mengingat ISO, ISPO, RSPO sudah cukup lengkap.

“Sepertinya pemerintah hanya perlu memperkuat aspek ESG, audit keuangan dan pemenuhan kewajiban dalam negeri bagi refinery mengingat latar belakang timbulnya audit ini adalah persoalan kecukupan pemenuhan kebutuhan dalam negeri,” pungkas Rio. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto