Kata para ekonom soal rencana kenaikan PPh impor



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Wacana pemerintah mengerek tarif PPh barang impor harus memperhatikan kesiapan substitusi impor. Pasalnya bila kesiapan substitusi impor dalam negeri tidak siap hal tersebut justru akan menimbulkan inflasi dan kelangkaan barang yang akan berimbas pada pelaku usaha dan konsumen.

Bhima Yudhistia, ekonom Indef berpendapat bahwa untuk pengendalian barang impor yang berkaitan dengan kebutuhan industri dan retail pemerintah harus ekstra hati-hati, dan juga baik bahan baku maupun barang konsumsi masih diperlukan dalam rantai pasok perdagangan di Indonesia. Jika rantai pasokan terganggu, kebijakan ini jsutru akan menjadi kebijakan yang blunder untuk pemerintah.

Menurutnya, ada beberapa kriteria barang impor yang bisa dikendalikan seperti, barang konsumsi yang substitusi impornya siap misalnya pakaian jadi. Selain itu jika impor dibatasi industri lokal juga akan lebih mampu bersaing.


"Konsumen juga tidak terlalu terganggu. Lalu, bahan baku maupun barang modal yang berkaitan dengan proyek infrastruktur yakni proyek-proyek pembangkit listrik yang komponen impornya tinggi. Lebih baik barang impor yang dikenakan PPh lebih mahal itu barang untuk proyek infrastruktur karena ada dibawah kendali BUMN," ujar Bhima. Selasa (21/8).

Pieter Abdullah, ekonom CORE mengungkapkan bahwa revisi kebijakan PPh impor tujuannya sudah baik karena ditujukan untuk menekan laju pertumbuhan impor dan mengurangi Current Account Deficit (CAD).

Ia bilang, bahwa akan ada efek samping di mana akan ada dorongan kenaikan harga. "Tapi pemerintah tentunya cukup bijak dalam memilih barang konsumsi mana yg dikenakan kenaikan tarif agar tidak mendorong inflasi," ujar Pieter.

Pieter mengatakan bahwa barang-barang konsumsi khususnya makanan yang masuk pada perhitungan inflasi kemungkinan tidak akan dikenakan kenaikan tarif PPh impor.

Selain itu, Eric Sugandi, Project Consultant Asian Development Bank mengatakan bahwa secara umum, kenaikan PPh untuk barang impor akan mengerek harga jualnya di pasar domestik yang tujuannya untuk menurunkan demand domestik terhadap barang.

Ia menilai kebijakan tersebut mampu membuat produsen dalam negeri yang produksi barang sejenis menjadi lebih kompetitif untuk bersaing di dalam negeri.

"Tahun 2013 sebenarnya pernah ada pajak barang mewah (bukan PPh) untuk impor, tapi ditiadakan di tahun 2015 untuk kebanyakan jenis barang," tutup Eric.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto