Kata pebisnis mengenai rencana kelanjutan DMO batubara tahun depan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Keberlanjutan kebijakan wajib pasokan batubara dalam negeri alias Domestic Market Obligation (DMO) kembali menjadi sorotan. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengisyaratkan besaran DMO batubara untuk tahun depan masih 25%, sedangkan untuk kelanjutan harga patokan kelistrikan sebesar US$ 70 per ton masih dalam pembahasan.

Menanggapi hal itu, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia meminta supaya Kementerian ESDM bisa mengkaji kembali besaran DMO.

Hendra beralasan, volume yang dipatok sebesar 25% masih memiliki kesenjangan yang signifikan dengan kebutuhan dan serapan batubara di dalam negeri.

Baca Juga: Tahun Depan Porsi DMO Batubara Tetap 25%, Harga Masih dievaluasi premium

"Besaran (DMO) sebaiknya mendekati kebutuhan riil di domestik, diperhatikan daya serapnya. Harus gitu kalau mau menciptakan fairness," kata Hendra kepada Kontan.co.id, Rabu (20/11).

Sementara untuk harga, Hendra meminta supaya harga patokan untuk listrik US$ 70 per ton tidak diperpanjang di tahun depan. Maklum, kebijakan yang berlaku sejak Maret 2018 memang akan berakhir pada tahun ini.

Menurut Hendra, harga patokan itu sebaiknya dihilangkan dan beralih ke harga pasar. Sebab, kata Hendra, harga batubara saat ini masih dalam tren penurunan dan Harga Batubara Acuan (HBA) dalam beberapa bulan terakhir bahkan sudah di bawah US$ 70 per ton.

Baca Juga: Waduh! Risiko Pembiayaan Utang Emiten Batubara Meningkat

Hendra menyebut, pihaknya memahami bahwa pemerintah ingin memberikan kepastian kepada PT PLN (Persero) agar mendapatkan pasokan dan harga batubara yang terjamin untuk kelistrikan.

Namun, Hendra berpandangan bahwa kepentingan PLN sebenarnya telah terakomodasi, yaitu dengan adanya patokan harga batubara sejak pertengahan tahun lalu, serta diberikannya penyesuaian tarif (tariff adjustment) terhadap 13 golongan di tahun depan.

Editor: Yudho Winarto