Kata Pengamat Soal Sanksi Administratif Bagi Perusahaan yang Terlambat Bangun Smelter



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengamat hukum dan energi menilai relaksasi ekspor mineral mentah hingga Mei 2024 dengan diikuti sanksi administratif akan memberikan dorongan bagi badan usaha untuk segera menyelesaikan pembangunan smelter tepat waktu. 

Pengamat Hukum Energi dan Pertambangan Universitas Tarumanegara Ahmad Redi menjelaskan, sejatinya secara normatif dalam Undang-Undang No 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batubara pada Pasal 170A, menyebut Pemerintah dapat menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) ESDM yang mengatur relaksasi kewajiban pembangunan smelter bagi mineral jenis tertentu. 

Oleh karena itu, dia melihat, bila pemerintah memberikan relaksasi maka bisa dibenarkan secara normatif. 


“Namun dari sisi konsistensi kebijakan hilirisasi, maka relaksasi ini tidak sesuai dengan arah kebijakan yang telah sejak 2009 melalui UU Minerba digulirkan. Kesannya ada hilirisasi setengah hati dan tidak konsisten,” jelasnya kepada Kontan.co.id, Rabu (24/5). 

Baca Juga: Ini 5 Badan Usaha yang Dapat Restu Relaksasi Ekspor Mineral Mentah Hingga Mei 2024

Adapun relaksasi ekspor mineral mentah yang diberikan pemerintah kepada sejumlah badan usaha, juga diikuti oleh sanksi administratif apabila perusahaan yang bersangkutan tidak memenuhi janjinya. 

Sesuai dengan Keputusan Menteri Nomor 89 Tahun 2023 tentang pedoman pengenaan denda administrasi keterlambatan pembangunan fasilitas pemurnian mineral logam dalam negeri, penambah waktu ekspor tetap dijalankan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan dan mengenakan sanksi pada badan usaha. 

Sanksi administratif tersebut berupa penempatan jaminan kesungguhan sebesar 5% dari total penjualan periode 2019-2022 yang disetorkan dalam rekening bersama (escrow account). Apabila pada 10 juni 2024 pembangunan smelter tidak mencapai 90% dari target, maka jaminan kesungguhan disetorkan pada kas negara. 

Baca Juga: Rancangan Peraturan Menteri ESDM untuk Kelanjutan Fasilitas Pemurnian Masih Berproses

Kemudian, pengenaan denda administrasi atas keterlambatan pembangunan sebesar 20% dari nilai kumulatif penjualan ke luar negeri untuk setiap periode keterlambatan dengan mempertimbangkan dampak pandemi Covid-19 berdasarkan laporan verifikator independen paling lambat diserahkan 60 hari sejak Kepmen 89 Tahun 2023 berlaku pada 16 Mei 2023. 

Ahmad menilai sanksi denda administratif sangat baik diterapkan sebagai instrumen ekonomi yang dapat memaksa perusahaan tambang untuk serius menyelesaikan pembangunan smelter.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .