Kata pengamat soal tuntutan pidana mati pada terdakwa kasus Asabri Heru Hidayat



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Jaksa Penuntut Umum (JPU) tindak pidana korupsi PT Asabri telah melakukan pembacaan tuntutan terhadap terdakwa Heru Hidayat, Senin (6/12) malam. Adapun, JPU menuntut terdakwa untuk mendapat hukuman mati.

Pakar hukum perbankan sekaligus bekas Kepala Pusat pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein pun mengatakan bahwa sejatinya terdakwa Heru memang bisa dikenakan pasal 2 ayat (2) UU Tipikor sehingga bisa mendapat tuntutan pidana mati.

Dalam hal ini, Yunus menyebut terdakwa Heru ini memenuhi syarat “Keadaan Tertentu” terkait pengulangan tindak pidana korupsi. Mengingat, Heru sebelumnya telah divonis seumur hidup dalam kasus korupsi di Jiwasraya. “Mungkin yang mendekati itu ada pengulangan tindak pidana korupsi, kemarin Jiwasraya sekarang Asabri,” ujar Yunus kepada KONTAN, Selasa (7/12).


Namun, Yunus juga bilang bahwa sejatinya tuntutan tersebut harus sesuai dakwaan yang diberikan sebelumnya. Hal ini mengingat terdakwa Heru didakwa dengan Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001.

Baca Juga: Setelah DPR, komunitas korban asuransi unitlink sambangi Bareksrim Polri

“Sebenarnya memang harus ada dasarnya. Tapi kadang-kadang hakim bisa juga nanti memutus misalnya nanti diminta seumur hidup tapi yang ada jadi hukuman mati menjadi lebih berat. Tapi kalau untuk hukuman mati jarang seperti itu,” ujar Yunus.

Terlepas dari itu semua, Yunus pun mengingatkan bahwa seharusnya ke depan jaksa bisa lebih konsisten dalam memberikan tuntutan terlebih terkait hukuman mati. Menurutnya, saat ini jaksa terlihat belum konsisten memberi hukuman mati dengan mencontohkan kasus lain yang sejatinya memenuhi “keadaan tertentu” di pasal 2 ayat (2) namun tidak diberikan.

“Kalau mau membuat efek jera ya harus konsisten. Jangan angin-anginan,” imbuhnya.

Sementara itu dalam keterangannya, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak memberikan tanggapan terkait tuntutan pidana mati di pasal 2 ayat (2) yang tidak ada dalam dakwaan. Menurutnya, isi dari ayat tersebut ialah pemberatan pidana dan bukan sebagai unsur perbuatan.

“Dengan demikian, tidak dicantumkannya Pasal 2 ayat (2) seharusnya tidaklah menjadi soal terhadap dapat diterapkannya pidana mati karena hanya sebagai alasan pemberatan pidana, karena cukup terpenuhinya keadaan-keadaan tertentu yang dimaksud dalam pasal 2 ayat (2), maka penjatuhan pidana mati dapat diterapkan,” ujar Leo dikutip dari keterangan resminya, Selasa (7/12).

Baca Juga: Surat Edaran Mahkamah Agung: Korporasi bisa dijerat pidana perpajakan

Leo pun bilang “keadaan tertentu” sebagaimana dalam Pasal 2 ayat (2) berdasarkan karakteristiknya yang bersifat sangat jahat, maka terhadap fakta-fakta hukum yang berlaku bagi terdakwa Heru Hidayat sangat tepat dan memenuhi syarat untuk dijatuhi pidana mati.

“Terdapat dua konstruksi perbuatan terdakwa yang relevan dimaknai sebagai pengulangan yaitu Heru Hidayat telah melakukan dua perbuatan korupsi yaitu dalam perkara Korupsi PT. AJS dan perkara Korupsi PT Asabri, dimana keduanya bisa dipandang sebagai suatu niat dan objek yang berbeda, meskipun periode peristiwanya bersamaan,” ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi