Kata pengusaha terkait kebijakan SSm dan joint inspection di Tanjung Priok



KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Penerapan single submission dan joint inspection sudah mulai berjalan pada bulan November 2020. Pemerintah mulai menerapkan SSm dan joint inspection di Pelabuhan Tanjung Priok.

Penerapan SSm dan Joint Inspection dilakukan Bea Cukai, Badan Karantina Pertanian bersama Balai Besar Karantina Ikan serta Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM). Pemerintah menyatakan program ini menjadi bentuk insentif non-fiskal sebagai upaya Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

Secara sederhana single submission (SSm) dan joint inspection merupakan proses pemeriksaan dokumen impor sejumlah barang dalam satu atap. Kebijakan ini adalah amanat Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penataan Ekosistem Logistik Nasional.


Sebelum SSm dan joint inspection diimplementasikan, barang impor yang memiliki karakteristik tertentu diperiksa oleh karantina terlebih dahulu. Misalnya, tumbuhan, hewan, dan ikan. Setelah itu, barang impor ini juga berpotensi diperiksa oleh Bea Cukai.

Baca Juga: Respons Samudera Indonesia terkait kebijakan SSm & joint inspection di Tanjung Priok

Namun setelah single submission dan joint inspection diimplementasikan, pemerintah mengklaim pemilik kargo hanya perlu melakukan satu kali submit data terkait pemeriksaan barang melalui sistem Indonesia National Single Window (INSW). Selanjutnya, petugas Bea Cukai dan Karantina akan memeriksa barang secara bersama-sama.

Namun kabarnya, pengusaha mengeluhkan lambannya pelayanan di pelabuhan setelah kebijakan SSm dan joint inspection diimplementasikan. Bahkan, terlihat banyak kapal berkumpul di area teluk Jakarta.

Menanggapi hal tersebut, Sekjen Indonesia Maritime, Logistic and Transportation Watch (IMLOW), Achmad Ridwan Tentowi, menilai mengenai banyaknya kapal yang berlabuh jangkar diteluk Jakarta tidak merepresentasikan terjadinya kepadatan tumpukan barang di Pelabuhan Tanjung Priok.

"Kemungkinan juga kapal-kapal tersebut labuh jangkar bukan menunggu untuk bongkar muat, tapi bisa juga karena sebab lainnya. Selain itu tingkat kepadatan Terminal-terminal Peti Kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, YOR (Yard Occupancy Ratio) rata-rata 38%," ujar Ridwan kepada kontan.co.id, Minggu (15/11).

Menurutnya, joint inpection dan single submission sudah dirintis sejak tahun 2004 dengan adanya TPS Terpadu. Kemudian tahun 2012 adanya TPFT (Tempat Pemeriksaan Fisik Terpadu) yang sebetulnya secara garis besar sudah ada walaupun masih menggunakan sistem masing-masing instansi.

Baca Juga: Pemerintah targetkan biaya logistik turun jadi 17% dengan adanya NLE

"Tentunya dengan Single Submission melalui INSW maka pelayanan akan menjadi lebih sederhana dan lebih cepat. Tentunya akan mempermudah pihak importir atau pengusaha logistik, dan biaya yang timbul juga akan berkurang karena pemeriksaan dilakukan secara bersama-sama," katanya.

Editor: Noverius Laoli