KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Selain rencana mengenakan cukai kepada plastik kresek dan minuman berpemanis, pemerintah juga berencana mengenakan cukai pada emisi kendaraan bermotor. Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Jongkie D. Sugiarto mengatakan, dunia usaha sejatinya tak keberatan dengan cukai emisi kendaraan bermotor. Asalkan ada keadilan dalam pemungutan cukainya. Sebelumnya, sempat muncul wacana pengenaan cukai berdasarkan besar-kecilnya emisi yang dihasilkan. Jika ini diterapkan mentah-mentah, menurut Jongkie, industri bisa kacau.
“Apabila hanya memakai acuan gas buang CO2 dengan ukuran gram per kmnya, akan ada ketimpangan. Di industri kami masih banyak yang gram per kmnya cukup tinggi,” kata Jongkie kepada Kontan.co.id, Kamis (9/11). Sementara itu, jika industri mengimpor mobil dengan teknologi canggih yang emisi gram per kmnya rendah, harganya akan lebih mahal. “Akibatnya bisa timpang. Mobil mewah dan canggih kena cukai kecil, sedangkan yang diproduksi di sini, yang masih biasa saja kena pajaknya tinggi. Itulah
concern kami agar ada kehati-hatian,” ujarnya. Usul berdasarkan CC mobil Oleh karena itu, sebagai jalan tengah, dunia usaha meminta agar terkait cukai ini diatur pula dari besaran kapasitas mesinnya. Apabila cc-nya besar, maka cukainya juga besar walaupun emisinya lebih kecil. “Emisi tetap dihitung, tapi dipatok lagi di cc sehingga tolok ukur tidak cuma satu,” jelas Jongkie. Catatan dari dunia usaha ini pun sudah disampaikan oleh Gaikindo untuk dikaji lebih lanjut. Saat ini, menurut Jongkie, kajiannya sedang dikerjakan oleh LPEM UI. “Mungkin sebentar lagi selesai, dan akan di serahkan ke Kemenperin. Kami di dunia usaha dilibatkan untuk memberi masukan,” kata dia. Sebelumnya, Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai Marizi Z. Sihotang mengatakan, dalam hal ini, cukai yang dikenakan adalah pada karbon yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor. Nantinya, mekanisme dari cukai tersebut akan dikenakan kepada konsumen lewat produsen kendaraan tersebut.
“Ini pajak tidak langsung, dikenakan ke produsen jadi mudah administrasinya. Baru nanti oleh produsen dibebankan ke konsumen. Seperti cukai rokok sekarang, ada konsep penundaan. Baru dibayarkan beberapa bulan kemudian,” jelasnya. Namun, untuk tarifnya sendiri, dirinya mengaku belum ada angka yang pasti. Pasalnya, rencana ini masih dibahas. Namun, yang pasti, ada atau tidaknya cukai akan dilihat per unit dan seberapa besar emisi yang dihasilkan. “Iya, per kendaraan,” ujarnya. Oleh karena itu, misal emisinya sedikit, maka cukai yang dikenakan juga akan sedikit. Dalam hal ini, menurut Marizi, pemerintah melihat eksternalitas negatif dari buangan emisinya yang berdampak ke lingkungan. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sanny Cicilia