JAKARTA. Kendati punya potensi besar untuk maju atau setidaknya menjadi kawasan utama jalur perdagangan dan perindustrian di Asia Tenggara, kawasan industri di Batam, Kepulauan Riau, masih belum bergerak.
General Manager PT Batamindo Investment Cakrawala, pengelola Batamindo Industrial Park, Mook Sooi Wah mengatakan, hingga 10 bulan pada tahun 2016 ini hanya satu perusahaan asing yang masuk. "Tahun ini sangat sulit. Baru satu perusahaan asing yang buka pabrik di sini, dari Italia," ujar Mook usai menerima penghargaan Indocement Awards 2016 sebagai Kawasan Industri Terbaik kepada
Kompas.com, Jumat (11/11).
Padahal, kata Mook, Batam sangat strategis, berada di antara Singapura dan Johor. Selain itu, harga lahan industrinya juga masih jauh lebih murah ketimbang kedua kota tersebut. Dari informasi yang dihimpun
Kompas.com, harga lahan industri sekitar Rp 2 juta hingga Rp 3 juta per meter persegi. Sementara harga lahan untuk komersial sekitar Rp 10 juta per meter persegi. Batam Industrial Park dirancang seluas 320 hektar. Dikembangkan dan dimiliki oleh Gallant Venture Ltd yang merupakan perusahaan publik terdaftar di Singapura . Gallant Venture Ltd memang berfokus pada pengembangan dan pertumbuhan peluang komersial di Kepulauan Riau Indonesia. Sejak berdirinya pada tahun 1990-an, perusahaan ini telah menjadi inovator penting dalam empat segmen bisnis utama, yaitu utilitas, taman industri, resor, dan pengembangan properti. Gallant Venture Ltd merupakan perencana induk kawasan industri Batam yang terintegrasi dengan resor dan hotel. Selain Batam Industrial Park, Gallant Ventures Ltd juga mengembangkan, memiliki dan mengelola Bintan Industrial Estate di Bintan. Kedua kawasan industri ini merupakan rumah bagi banyak perusahaan multinasional dengan kantor pusat regional yang berbasis di Singapura. Pemegang saham utama Gallant Ventures Ltd adalah Salim Group Indonesia dan Singapore Sembcorp Development Ltd. Mandek Terkait kondisi ekonomi yang belum stabil serta rupiah yang masih fluktuatif, Mook tak yakin kondisi kawasan industri akan segera pulih. Paling banter, dia memprediksi, awal tahun 2018 kawasan industri Batam akan bergerak. Itu pun dengan catatan segala deregulasi dalam paket kebijakan ekonomi yang diterbitkan pemerintah pusat, diimplementasikan di daerah. Ketua DPD REI Batam Djaja Roeslim mengamini pendapat Mook. Menurut dia, deregulasi dan paket kebijakan ekonomi sebetulnya merupakan generator pertumbuhan kawasan industri maupun sektor properti lainnya. "Namun, itu sangat bergantung pada inisiasi pemerintah daerah (pemda) masing-masing. Nah, di Batam ini khas. Ada dua yang punya kewenangan, satu Pemerintah Kota (Pemkot), dan lainnya Badan Pengusahaan (BP)," tutur Djaja. Dia menilai, dualisme tersebut justru membuat Batam mandek. Hingga saat ini, Singapura dan Johor yang merupakan kawasan terdekat, belum mampu dikejar Batam.
Kawasan ini, dinilai punya segudang masalah akibat dualisme tadi. Masalah tersebut menyangkut pelayanan publik, termasuk mengurus izin peralihan, izin penggunaan lahan, dan izin-izin lainnya yang merupakan wilayah pengembangan Pemkot. Di sisi lain BP Batam juga punya kewenangan lain menyangkut investasi. Jika di satu pintu dibuka, sementara pintu yang lain ditutup, Batam akan lama berkembang. "Alhasil, banyak lahan yang terbengkalai. Pada gilirannya investor yang dirugikan. Ini gara-gara dualisme dan pemimpin yang tidak menguasai persoalan," cetus Djaja. (Hilda B Alexander) Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sanny Cicilia