Kawasan Industri Hasil Tembakau Cegah Peredaran Rokok Ilegal



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah tengah gencar mendukung pengembangan produk pertanian tembakau di beberapa wilayah. Salah satunya melalui pembangunan Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT).

Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Nirwala Dwi Heryanto mengatakan, hingga saat ini sudah ada tiga daerah yang mendirikan KIHT. Yakni, di kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan, dan kabupaten Kudus, Jawa Tengah, serta yang terbaru ada di kabupaten Pamekasan,Jawa Timur.

Ia memerinci, konstribusi KIHT tersebut berdampak pada penerimaan negara dan menunjukkan kinerja yang positif. Terbukti, berdasarkan data pemesanan pita cukai (CK-1) pada tahun 2021, KIHT di Soppeng, Sulawesi Selatan telah memberikan konstribusi penerimaan sebesar Rp 3,91 miliar, atau setara 11,69% total penerimaan cukai Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) setempat, dalam hal ini KPPBC TMP C Pare-Pare.


Selain itu, konstribusi KIHT di Soppeng juga setara dengan 0,00190% dari total penerimaan cukai nasional.

Baca Juga: Ditjen Bea Cukai Optimistis Penerimaan Kepabeanan dan Cukai Lampaui Target

Sementara itu, KIHT di Kudus, Jawa Tengah telah berkonstribusi ke penerimaan sebesar Rp 10,96 miliar, atau setara dengan 0,03% dari totak penerimaan cukai KPPBC TMC Kudus. Juga setara dengan 0,00531% dari total penerimaan cukai nasional.

Sedangkan KIHT di Pamekasan, Jawa Timur sampai saat ini masih belum beroperasi dan masih dalam tahap pembangunan, mengingat KIHT di Pamekasan terdapat dua lokasi pembangunan.

"Sebenarnya KIHT di Pamekasan ada di 2 lokasi, yg kecil sudah beroperasi (untuk memberi contoh kepada masyarakat) dan satu lokasi yg besar masih dalam proses pembangunan," jelas Nirwala.

Nirwala mengungkapkan, KIHT tidak secara langsung berpengaruh terhadap pengendalian peredaran rokok ilegal. Ini lantaran pembangunan KIHT bertujuan untuk membantu para pengusaha skala industri kecil dan menengah untuk menjadi pengusaha pabrik rokok yang ilegal dengan diberikan beberapa insentif di bidang cukai.

Sehingga hal tersebut diharapkan dapat menekan biaya produksi yang harus dikeluarkan untuk membuat rokok dan dapat menjadikan harga rokok lebih murah sehingga dapat bersaing dengan rokok ilegal.

Selain itu juga, pembangunan KIHT bertujuan untuk mempermudah pengawasan DJBC. Sebab, para pengusaha pabrik rokok tersebut menjadi terpusat dalam satu lokasi sehingga diharapkan dapat lebih terkendali dan mencegah peredaran rokok ilegal.

Nirwala menyebut, berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan DJBC terhadap pengusaha pabrik rokok di KIHT, ternyata sebagian dari para pengusaha pabrik rokok tersebut pernah memproduksi rokok ilegal sebelum akhirnya menjadi legal dengan masuk ke dalam KIHT.

"Berdasarkan hal tersebut, maka KIHT berperan secara tidak langsung dalam pengendalian peredaran rokok ilegal," tegas Nirwala.

Lebih lanjut, Nirwala melaporkan, berdasarkan data pada rencana kerja pemerintah daerah (pemda) tahun 2021, terdapat 43 kabupaten/kota di Pulau Jawa yang telah melakukan kajian terkait pembangunan KIHT.

Adapun empat dari 43 kabupaten/kota tersebut telah memulai proses pembangunan lahan dan akses jalan terkait pembangunan KIHT, yaitu di kabupaten Jepara, kabupaten Sidoarjo, kabupaten Sumenep, dan terakhir kabupaten Probolinggo.

Baca Juga: Tolak Simplifikasi Cukai, GAPPRI Minta Pemerintah Bersimpati terhadap Kondisi IHT

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat