JAKARTA. PT Kayu Lapis Indonesia mentargetkan pertumbuhan penjualan sebesar 5% tahun ini. Target pertumbuhan yang minim disebabkan melemahnya permintaan dari negara Jepang.Buniadi Makmur, Marketing Director Polywood Division PT Kayu Lapis Indonesia mengatakan, perusahaannya menargetkan pertumbuhan penjualan 5%, sama seperti tahun lalu. Sebab, "Pasar Jepang sedang lesu," katanya kepada KONTAN, Rabu (20/3).Tahun lalu, ekspor produk kayu perusahaan ini mencapai 156.000 meter kubik (m²). Dengan target 5%, berarti ekspor perusahaan ini akan naik menjadi 163.800 m². Perusahaan ini selain membuat plywood atau tripleks, juga memproduksi kayu gergajian atau sawn timber. Tergantung ekspor
Penjualan PT Kayu Lapis Indonesia memang sangat tergantung pasar luar negeri, sebab hampir keseluruhan produknya diekspor. Buniadi bilang, hanya 5% dari total produksi perusahaan yang dipasarkan di dalam negeri. Selain Jepang, pasar ekspor Kayu Lapis Indonesia juga merambah Amerika Serikat (AS), Eropa, Australia, Singapura, Hong Kong dan Taiwan.Dari beberapa negara tersebut, pasar AS masih mendominasi sebesar 60% total penjualan. Selain dipakai untuk interior perumahan, menurut Buniadi, permintaan juga datang dari hotel dan restoran. Untuk memenuhi bahan baku kayu, Kayu Lapis Indonesia memiliki lahan hutan produksi di Sampit dan Sorong, Papua Barat. Hutan produksi di Sampit memiliki luas 220.000 hektare (ha), sedangkan hutan produksi di Papua luasnya 500.000 ha. Seluruh pengelolaan hutan produksi diserahkan kepada grup usaha Kayu Lapis Indonesia yaitu PT Sarmiento Parakanca. Seperti juga perusahaan lain yang bergerak di sektor perkayuan, Kayu Lapis Indonesia juga bersinggungan langsung dengan isu lingkungan termasuk penerapan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK). Namun, Buniadi mengaku tidak terlalu khawatir, sebab, "Paling tidak kita memiliki lima sertifikat ramah lingkungan," katanya. Selain SVLK, perusahaan ini juga mengantongi FSC Certificate.Bahkan, menurutnya, setiap tahun Kayu Lapis Indonesia telah melakukan replanting atau peremajaan pohon baru sebanyak 700.000 pohon berbagai jenis, seperti meranti. Soewarni, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Kayu Gergajian dan Kayu Olahan Indonesia atau Indonesian Sawmills & Woodworking Association (ISWA) juga optimis ekspor kayu olahan meningkat. "Tahun ini ekspor produk kayu akan meningkat sekitar 10%," katanya.
Data Badan Revitalisasi Industri Kehutanan (BRIK) menunjukkan, kinerja ekspor produk kayu jenis panel kayu dan plywood pada 2011 meningkat sekitar 3,7% dari 2,7 juta m3 pada 2010 menjadi 2,8 juta m3. Nilai ekspornya juga meningkat 25% dari US$ 1,2 miliar pada 2010 menjadi US$ 1,5 tahun 2011. Sedangkan ekspor kayu olahan atau woodworking naik 23,5% dari 1,7 juta m3 pada 2010 menjadi 2,1 juta m3. Nilai ekspor jenis ini juga naik 18,2%, dari US$ 1,1 miliar pada 2010 menjadi US$ 1,3 miliar pada 2011. Meski mengaku mengalami banyak kendala, terutama terkait persyaratan legalitas kayu dan pasar Jepang yang stagnan, Soewarni tetap optimis ekspor meningkat. Dia menambahkan, pasar Jepang mengalami stagnasi karena stok bahan baku kayu berlimpah, sehingga stok produknya juga melimpah. Harmidy Haroen, Direktur Utama PT Mutu Hijau Indonesia (MHI) menambahkan, sertifikasi legal kayu akan membuat kinerja ekspor produk kayu Indonesia naik. "Sertifikasi ini akan menjadikan nilai tambah sebesar 10%-20%," katanya. Mutu Hijau Indonesia (MHI) adalah lembaga Verifikasi Legalitas Kayu. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Barratut Taqiyyah Rafie