KONTAN.CO.ID - Adalah kasus penahanan kapal tanker berbendera Iran dan Panama beberapa waktu lalu yang menjadi pembukanya sehingga publik makin mengetahui kondisi hukum maritim nasional dan bagaimana diterapkan. Hingga tulisan ini diselesaikan, kedua kapal tersebut, masing-masing MT Horse dan MT Freya, masih ditahan di Pulau Batam, Kepulauan Riau (Kepri) menunggu pelepasannya. Pertengahan Februari ini, penulis berkesempatan berspeed-boat mendekat ke kapal MT Horse yang tengah lego jangkar di Batam. Sayang, MT Freya tidak jelas parkir di mana sehingga tak berhasil dijenguk. Sebelumnya beredar pernyataan yang menyebutkan bahwa kedua kapal hanya akan dikenakan sanksi administratif. Ada pula pernyataan yang bilang mereka akan didenda Rp 200 juta. Tak jelas yang mana satu dari kedua opsi ini yang akan diterapkan. Kita lihat saja. Yang jelas, Indonesia memiliki catatan penahanan kapal yang lama di dunia. Dulu, pada 2012, setelah bertubrukan dengan KMP Bahuga Jaya yang mengakibatkan feri ini tenggelam, dalam catatan penulis, kapal Norgas Cathinka (berbendera Singapura) yang menabrak feri tersebut ditahan hampir setahun. Publik domestik sejauh ini mengetahui bahwa hukum maritim di dalam negeri ditegakkan oleh beberapa instansi yang memiliki kewenangan yang setara di antara mereka atau dengan kata lain yang satu tidak lebih tinggi dibanding lainnya. Lalu, muncul kasus penahanan MT Horse dan MT Freya oleh Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI. Pengetahuan publik atas situasi hukum maritim di Indonesia pun makin dalam dibuatnya. Yaitu, dari instansi penegak hukum di laut yang ada, ternyata Bakamla RI menjadi ketua kelas bagi mereka. Begitulah seringkali diucapkan oleh orang nomor satu di lembaga itu.
Ke Mana Arah Angin Hukum Maritim Kita?
KONTAN.CO.ID - Adalah kasus penahanan kapal tanker berbendera Iran dan Panama beberapa waktu lalu yang menjadi pembukanya sehingga publik makin mengetahui kondisi hukum maritim nasional dan bagaimana diterapkan. Hingga tulisan ini diselesaikan, kedua kapal tersebut, masing-masing MT Horse dan MT Freya, masih ditahan di Pulau Batam, Kepulauan Riau (Kepri) menunggu pelepasannya. Pertengahan Februari ini, penulis berkesempatan berspeed-boat mendekat ke kapal MT Horse yang tengah lego jangkar di Batam. Sayang, MT Freya tidak jelas parkir di mana sehingga tak berhasil dijenguk. Sebelumnya beredar pernyataan yang menyebutkan bahwa kedua kapal hanya akan dikenakan sanksi administratif. Ada pula pernyataan yang bilang mereka akan didenda Rp 200 juta. Tak jelas yang mana satu dari kedua opsi ini yang akan diterapkan. Kita lihat saja. Yang jelas, Indonesia memiliki catatan penahanan kapal yang lama di dunia. Dulu, pada 2012, setelah bertubrukan dengan KMP Bahuga Jaya yang mengakibatkan feri ini tenggelam, dalam catatan penulis, kapal Norgas Cathinka (berbendera Singapura) yang menabrak feri tersebut ditahan hampir setahun. Publik domestik sejauh ini mengetahui bahwa hukum maritim di dalam negeri ditegakkan oleh beberapa instansi yang memiliki kewenangan yang setara di antara mereka atau dengan kata lain yang satu tidak lebih tinggi dibanding lainnya. Lalu, muncul kasus penahanan MT Horse dan MT Freya oleh Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI. Pengetahuan publik atas situasi hukum maritim di Indonesia pun makin dalam dibuatnya. Yaitu, dari instansi penegak hukum di laut yang ada, ternyata Bakamla RI menjadi ketua kelas bagi mereka. Begitulah seringkali diucapkan oleh orang nomor satu di lembaga itu.