KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah, lewat Komite Stabilitas Sistem Keuangan) terus merapatkan barisan, menyusul pandemik corona atau Covid 19 yang belum berhenti menular. Skenario terburuk efek lanjut pandemi corona bahkan sudah disusun. Mulai dari pertumbuhan ekonomi hanya 0,4% serta rupiah yang bisa melemah sampai Rp 20.000 per dollar AS. Harapan dan doanya, kondisi terburuk tak terjadi, termasuk kemungkinan terjadi krisis ekonomi yang dipacu oleh pandemi corona bisa menggulung industri keuangan seperti perbankan.
Baca Juga: Bisa paksa konsolidasi LJK, apa pertimbangan yang dipakai OJK? Hanya, tak ingin rentetan krisis tahun 1997/1998 berulang, pemerintah menyiapkan bantalan perlindungan hukum juga, bukan sekadar anggarannya belaka. Pasalnya, bukan hal mustahil, saat ratusan triliun anggaran menggelontor menimbulkan moral hazard dari pihak, orang yang menanggguk untung pribadi dari anggaran ini. Kasus Bank Century bisa menjadi contoh. Kasus ini berujung ke kasus pidana terkait suntikan likuiditas bank seperti Bank Century, yang sebelumnya tak masuk menjadi bank sistemik kemudian berubah menjadi bank berdampak sistemik sehingga berhak mendapatkan kucuran likuiditas dari pemerintah. Tak ingin kondisi ini terjadi, kewat Peraturan Pengganti Undang Undang atau Perppu No 1/2020, pemerintah menjamin perlindungan hukum bagi pejabat pelaksana. Mereka adalah anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan atau KSSK. Masuk dalam ini adalah Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia, Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Ketua Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) , termasuk sekretaris KSSK, anggota sekretariat KSSK. "Semua anggota KSSK tidak bisa dituntut secara perdata maupun pidana sesuai dengan ketentuan undang-undang. Jadi, itu memberikan perlindungan secara hukum," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani selaku Ketua KSSK melalui video conference, Rabu (1/4). Tentu saja, kata Ani panggilan karib Menkeu, pemeritah akan sangat berhati-hati dan prudent dalam menjalankan tanggungjawabnya saat kondisi darurat dalam penanganan corona atau covid-19 ini. “Biaya yang dikeluarkan pemerintah ini sangat besar dalam menanggulangi corona, dan ini bukan termasuk kerugian negara,” ujar Menkeu Tercantum dalam pasal 27 Perrpu no 1/2020, pasal ini menyebut: Biaya yang dikeluarkan pemerintah dan anggota KSSK dalam pelaksanaan kebijakan bidang perpajakan, belanja negara, pembiayaan, stabilitas sistem keuangan, dan program pemulihan ekonomi nasional merupakan bagian dari biaya ekonomi untuk penyelamatan perekonomian dari krisis dan bukan kerugian negara. Nah, untuk menanggulangi efek Covid-19, pemerintah menambah anggaran belanja dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 sebesar Rp 405,1 triliun. Pasal selanjutnya menyebutkan: Anggota KSSK, sekretaris KSSK, anggota sekretariat KSSK, dan pejabat atau pegawai Kementerian Keuangan, BI, OJK, dan LPS tidak dapat dituntut secara perdata maupun pidana. Segala tindakan termasuk keputusan yang diambil berdasarkan Perppu bukan merupakan objek gugatan yang dapat diajukan kepada peradilan tata usaha negara.
Menkeu berjanji, pemerintah akan sangat berhati-hati terjadinya
moral hazard. Makanya, kata Menkeu, bank-bank atau lembaga keuangan harus betul-betul prundent dan memiliki rekam jejak yang baik dalam penangan corona yang memakan anggaran ratusan triliun itu. "Aturan-aturan akan dibikin agar tak ada yang mendompleng dengan memanfaatkan langkah-langkah penyelamatan ekonomi akibat pandemic corona," ujar Menkeu. Apalagi, dalam rencanaya, pemerintah bisa mengeluarkan
pandemic bond, surat utang negara yang dibeli BI untuk menyuntik likuiditas perusahaan yang kesulitan keuangan. Kondisi ini jelas rawan akan moral hazard dari banyak pihak, mulai dari otoritas, lembaga perantara likuiditas sampai ke perusahaan.
Baca Juga: Tangkal dampak corona, OJK tangguhkan penagihan leasing selama setahun Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat