JAKARTA. Sejumlah masyarakat yang tergabung dalam Tim Pembela Kedaulatan Ekonomi Bangsa meminta Mahkamah Konstitusi (MK) untuk membubarkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Permintaan tersebut ditandai dengan didaftarkannya permohonan uji materi UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK ke MK. Pengamat Ekonomi dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Salamuddin Daeng yang mendaftarkan gugatan judicial review UU OJK mengungkapkan, keberadaan OJK tidak diatur dalam UUD 1945 amandemen. Hal tersebut berbeda dengan Bank Indonesia yang memang keberadaannya sesuai dengan penetapan pada UUD 1945 amandemen. "Sementara saat ini antara BI dengan OJK memiliki kedudukan yang sama. Yang kami gugat adalah dasar keberadaan OJK," ujar Salamuddin di Gedung MK, Jakarta, Kamis (27/2). Pungutan OJK sejumlah 0,03%-0,045% dari aset setiap lembaga keuangan perbankan dan non bank, dinilai menjadi parasit dalam ekonomi Indonesia. Otoritas lembaga keuangan itu dinilai juga memiliki potensi untuk merugikan nasabah industri keuangan melalui pemerasan sistematis dan masif terhadap ekonomi nasional dan keuangan rakyat. Lebih lanjut Daeng mengungkapkan, kehadiran OJK merupakan institusionalisasi kepentingan modal asing dalam ekonomi Indonesia. "OJK dipekerjakan untuk meliberalisasi sektor keuangan yang lebih luas lagi dan melapangkan jalannya dominasi modal asing," ujarnya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Keberadaan OJK tidak diatur dalam UUD 1945?
JAKARTA. Sejumlah masyarakat yang tergabung dalam Tim Pembela Kedaulatan Ekonomi Bangsa meminta Mahkamah Konstitusi (MK) untuk membubarkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Permintaan tersebut ditandai dengan didaftarkannya permohonan uji materi UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK ke MK. Pengamat Ekonomi dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Salamuddin Daeng yang mendaftarkan gugatan judicial review UU OJK mengungkapkan, keberadaan OJK tidak diatur dalam UUD 1945 amandemen. Hal tersebut berbeda dengan Bank Indonesia yang memang keberadaannya sesuai dengan penetapan pada UUD 1945 amandemen. "Sementara saat ini antara BI dengan OJK memiliki kedudukan yang sama. Yang kami gugat adalah dasar keberadaan OJK," ujar Salamuddin di Gedung MK, Jakarta, Kamis (27/2). Pungutan OJK sejumlah 0,03%-0,045% dari aset setiap lembaga keuangan perbankan dan non bank, dinilai menjadi parasit dalam ekonomi Indonesia. Otoritas lembaga keuangan itu dinilai juga memiliki potensi untuk merugikan nasabah industri keuangan melalui pemerasan sistematis dan masif terhadap ekonomi nasional dan keuangan rakyat. Lebih lanjut Daeng mengungkapkan, kehadiran OJK merupakan institusionalisasi kepentingan modal asing dalam ekonomi Indonesia. "OJK dipekerjakan untuk meliberalisasi sektor keuangan yang lebih luas lagi dan melapangkan jalannya dominasi modal asing," ujarnya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News