Keberatan Pajak atas tagihan Bosaeng ditolak hakim



JAKARTA. Pengadilan Niaga Jakarta Pusat menolak permohonan keberatan yang diajukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kantor Wilayah Jakarta Pusat atas kekurangan pembayaran tagihan PT Bosaeng Jaya.

Majelis hakim yang diketuai oleh Hakim Mas'ud menjelaskan di dalam amar putusannya bahwa syarat formal dari permohonan keberatan pemohon tidak terpenuhi karena tanggal pengajuan keberatan pemohon sudah melewati tenggang waktu. Putusan ini diambil setelah majelis hakim membaca berkas permohonan dan jawaban dari tim kurator PT Bosaeng Jaya.

"Menolak permohonan Ditjen Bea dan Cukai Kantor Wilayah Jakarta Pusat untuk seluruhnya," ujar Mas-ud saat membacakan amar putusan, Senin (27/4).


Di dalam pertimbangannya, majelis hakim menggunakan Pasal 192 dan Pasal 193 Undang-undang No 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU dan penetapan hakim pengawas untuk mengoreksi daftar pembagian penjualan aset PT Bosaeng Jaya.

Pada pasal 192 ayat 1 dijelaskan bahwa daftar pembagian aset yang telah disetujui oleh hakim pengawas wajib disediakan di kepaniteraan pengadilan agar dapat dilihat oleh kreditur selama tenggang waktu yang ditetapkan hakim pengawas pada waktu daftar tersebut disetujui.

Pada ayat 2 disebutkan penyediaan daftar pembagian dan tenggang waktu diumumkannya oleh kurator dalam surat kabar. Sedangkan ayat 3, tenggang waktu sebagaimana dimaksud pada ayat 1 mulai berlaku pada hari dan tanggal penyediaan daftar pembagian tersebut diumumkan dalam surat kabar.

Pasal 193 ayat 1 menerangkan selama tenggang waktu itu, kreditur dapat melawan daftar pembagian aset dengan mengajukan surat keberatan disertai alasan.

Namun, majelis hakim menjelaskan bahwa hakim pengawas telah menetapkan tenggang waktu tersebut hanya selama 5 hari setelah tim kurator mengumumkan daftar pembagian aset di surat kabar. Hakim Mas'ud mengungkapkan di dalam persidangan bahwa tim kurator yang diketuai oleh Yuhelson telah mengumumkan daftar pembagian aset di surat kabar nasional sejak 27 Februari 2015.

Akan tetapi, surat keberatan yang diajukan oleh Ditjen Bea dan Cukai itu baru diterima oleh pengadilan pada 18 Maret 2015, berselang 19 hari setelah diumumkan di surat kabar nasional. Dengan ini, majelis hakim berpendapat syarat formal dari pengajuan keberatan ini tidak terpenuhi maka permohonan patut ditolak.

Kuasa hukum tim kurator, M. Prasetio mengapresiasi putusan majelis hakim yang sudah sewajarnya menolak keberatan yang diajukan Ditjen Bea dan Cukai karena sudah kadaluarsa, yakni lewat dari tenggang waktu selama 5 hari.

"Sebenarnya proses kepailitan PT Bosaeng Jaya sudah selesai, tetapi kalau ada pihak yang keberatan dan mengajukan gugatan ya kami tetap tanggapi. Tapi harus sesuai dengan ketentuan," ujar Prasetio seusai persidangan.

Ia mengungkapkan bahwa pihaknya mempersilahkan bila pihak Ditjen Bea dan Cukai berniat mengajukan upaya hukum kasasi. Tim kurator juga akan menyiapkan berkas memori kontra.

Secara terpisah, seusai persidangan perwakilan dari Ditjen Bea dan Cukai menolak memberikan tanggapan terkait ditolaknya permohonan keberatan oleh majelis hakim. Ia hanya menuturkan bahwa pihaknya akan membahasnya terlebih dahulu sebelum mengajukan upaya hukum selanjutnya.

"Kami akan membicarakannya terlebih dahulu," ujar perwakilan Ditjen Bea dan Cukai yang enggan memberikan namanya tersebut.

Sebelumnya, Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) mengajukan permohonan keberatan kepada tim kurator terkait kekurangan pembayaran tagihan PT Bosaeng Jaya yang telah berstatus pailit. DJBC Kantor Wilayah Jakarta Pusat menuntut tim kurator debitur untuk melunasi penuh tagihan sebesar Rp 1,4 miliar yang berasal dari tarif bea masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRA) PT Bosaeng Jaya.

Tim kurator kemudian hanya membayar Rp 700 juta saja karena nilai aset yang tidak mencukupi untuk membayar lunas semua tagihan kreditur. Nilai seluruh penjualan aset debitur hanya sebesar Rp 50 miliar, meleset dari perkiraan awal yang mencapai Rp 80 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto