Kebijakan AS Pro Energi Fosil, Analis Sebut Ini Tak Cukup Dorong Mata Uang Komoditas



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kabinet Presiden Amerika Serikat (AS) Terpilih , Donald Trump disebut-sebut akan menjadi titik cerah bagi sektor komoditas. Pasalnya masuk sejumlah nama seperti Chris Wright dan Doug Burgum memiliki komitmen dan mendukung energi fosil.

Chris Wright merupakan pendiri dan CEO Liberty Energy yang cukup aktif menolak krisis iklim. Sedangkan Dough Burgum adalah Gubernur Dakota Utara yang berhasil menjadikan wilayahnya sebagai produsen minyak mentah terbesar ketiga di dunia.

Sayangnya, diumumkannya sosok kunci di sektor energi AS diperkirakan tidak cukup kuat memberi pengaruh pergerakan mata uang komoditas. Pasar masih lebih fokus pada keseluruhan kebijakan Trump.


Baca Juga: Penunjukan Menteri Trump yang Pro Fosil Mengangkat Mata Uang Komoditas

Research & Development Trijaya Pratama Futures, Alwi Assegaf mengatakan meskipun menteri yang ditunjuk pro terhadap energi fosil, tetapi tidak memberikan pengaruh langsung terhadap pergerakan mata uang komoditas. Sebab Alwi menilai pasar akan lebih fokus pada prospek keseluruhan kebijakan pemerintahan Trump. 

"Beberapa kebijakan pro-pertumbuhan, seperti pemangkasan pajak besar-besaran yang diperkirakan akan memicu inflasi. Hal ini berpotensi menghambat upaya The Fed untuk memangkas suku bunganya," katanya kepada KONTAN, Kamis (28/11). 

Adapun perbedaan kebijakan antara The Fed dan bank sentral negara-negara mata uang komoditas inilah yang mendukung penguatan dolar AS terhadap mata uang komoditas.

Di samping itu, kebijakan kenaikan tarif impor khususnya terhadap Kanada diperkirakan bakal memperlambat perekonomian negara tersebut. Kondisi ini dapat mendorong Bank of Canada (BoC) untuk mengambil langkah lebih agresif dalam memangkas suku bunga.

Baca Juga: Bursa Saham Asia Lesu, Dolar Melemah Jelang Libur Thanksgiving AS

Sementara China yang merupakan konsumen utama komoditas tengah mengalami perlambatan ekonomi. Kondisi tersebut menyebabkan penurunan permintaan berbagai komoditas, seperti minyak yang merupakan andalan Kanada, bijih besi tulang punggung Australia, dan produk pertanian jagoannya Selandia Baru. 

Dengan demikian penerimaan negara dari ekspor komoditas berkurang. Alhasil memperlambat pertumbuhan ekonomi (GDP) negara-negara penghasil komoditas tersebut. 

Dalam kondisi tersebut, Alwi akan mengatakan biasanya bank sentral memberlakukan kebijakan moneter yang lebih longgar. Dengan demikian mata uang komoditas lebih berpeluang tetap lemah. 

Adapun berdasarkan Trading Ekonomi, Kamis (28/11), pukul 18.47 wib, AUD/USD berada di 0,64975 atau menguat hanya 0,01% dalam sehari tetapi 0,08% dalam sepekan. NZD/USD turun 0,26% dalam sehari, tetapi menguat 0,84% dalam sepekan. Sementara USD/CAD turun 0,16% dalam sehari tetapi menguat 0,2% dalam sepekan. 

Selanjutnya: Cek Hasil Quick Count Lembaga Survei Pilkada 2024 di Provinsi Sumatra Utara

Menarik Dibaca: Garuda Indonesia Siap Implementasikan Kebijakan Penuruanan Harga Tiket Saat Nataru

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Putri Werdiningsih