Kebijakan BI turut mengerek obligasi



JAKARTA. Langkah Bank Indonesia (BI) mengubah patokan suku bunga acuan atau BI rate menjadi suku bunga reverse repo tenor tujuh hari diprediksi akan berimbas positif terhadap pasar obligasi.

Head of Fixed Income Indomitra Securities Maximilianus Nico Demus memperkirakan kebijakan tersebut akan mengerek harga surat utang negara (SUN).

Dengan formula penghitungan yang baru, BI rate diprediksi akan lebih rendah dibanding posisi saat ini. Akibatnya, yield SUN akan turun. "Acuan akan lebih rendah sehingga yield turun dan harga obligasi akan naik," ujar Nico, Selasa (19/4).


Sekadar mengingatkan, patokan BI rate akan diubah dari sebelumnya yang berpedoman pada Sertifikat Bank Indonesia (SBI) bertenor 12 bulan. Untuk reverse repo tenor 7 hari rencananya akan efektif per 19 Agustus nanti.

Nah apabila mengacu pada BI rate reverse repo 7 hari, maka suku bunga acuan akan berada di level 5,5%. Angka tersebut lebih rendah 125 basis poin dibandingkan dengan acuan BI rate SBI 12 bulan di level 6,75%.

Analis Asanusa Asset Management Akuntino Madhany menambahkan, penurunan yield akan membuat obligasi pemerintah kurang atraktif. Kendati demikian, yield obligasi domestik diprediksi masih cukup tinggi dan tetap menarik di antara negara satu kawasan.

"Apalagi di luar negeri juga banyak yang melakukan monetary easing sehingga suku bunga masih sangat rendah," ujar Akuntino.

Namun menurut analis Capital Asset Management Desmon Silitonga, kebijakan tersebut tak akan serta merta berdampak terhadap pasar obligasi domestik. Menurut dia, perbankan akan menghitung kondisi likuiditas sebelum memangkas suku bunganya.

"Sehingga belum akan berdampak terhadap harga obligasi,"" ujar Desmon.

Penuh ketidakpastian

Meski perubahan acuan BI rate bakal berdampak positif pada pasar obligasi, namun di saat yang sama masih banyak ketidakpastian yang menyelimuti pasar obligasi di semester dua.

Rencana kenaikan suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat juga akan berimbas terhadap SUN. Menurut analisis Nico, kenaikan Fed rate akan memicu koreksi harga obligasi pemerintah sekitar 1% hingga 1,5%.

Selain kenaikan suku bunga AS, ketidakpastian ekonomi Tiongkok juga berpotensi memicu adanya repatriasi dana asing. Hal tersebut diprediksi akan menekan pasar obligasi domestik. Untuk itu, pemerintah harus sigap.

Apabila pemerintah dapat memperbaiki ekspor barang dari mentah menjadi setengah jadi dan menggalakkan konsumsi dalam negeri, menurut Nico efeknya akan bagus bagi pasar obligasi. Dalam situasi ini, investor bisa menerapkan strategi jangka pendek dan menengah di pasar obligasi.

"Sebab, untuk strategi jangka panjang masih banyak ketidakpastian," jelas Nico.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie