Kebijakan cukai plastik siap dikaji lebih lanjut



JAKARTA. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan mendapat dukungan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam penerapan kebijakan pengenaan cukai pada kemasan plastik. Rencananya, penerapan kebijakan itu akan diberlakukan pada tahun ini

Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi mengatakan bahwa pihaknya ingin agar kebijakan tersebut dapat diberlakukan secepatnya, “Guna menggenjot penerimaan pada tahun juga,” ujarnya di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (16/1). Dia memproyeksi, penerimaan dari cukai plastik adalah Rp 1,6 triliun,

“Perhitungannya dari volume yang kita coba data dari tahun ke tahun,” katanya.


Adapun soal cukai plastik ini pihaknya akan melakukan kajian-kajian lanjutan dari cukai plastik. Ia mengaku, hal ini dibicarakan antar instansi dan pihak-pihak terkait.

“Karena prinsipnya harus dilakukan bertahap, sehingga ketika diberlakukan menjadi sebuah kesepakatan,” ujarnya.

Pengenaan cukai plastik usulan pemerintah ini menurut Heru tidak mesti harus dilakukan secara sama antara satu produsen dengan yang lainnya karena DJBC punya keberpihakan kepada industri yang sudah memprioritaskan kepada aspek lingkungan.

“Ada yang mudah di-recycycle ada yang bukan. Yang mudah akan dapat privilege ketimbang yang tidak. Privilege itu akan dalam bentuk tarif, atau masa, atau kombinasi dari keduanya,” ujarnya.

Terkait besaran tarif, pihaknya akan menentukan tarif usai pembahasan lebih lanjut dengan beberapa pihak tadi.

“Nanti kamu akan tentukan berapa, tapi tidak sampai Rp 200, karena ada sebagian produsen yang justru kita support nantinya,” katanya.

Cukai selain plastik

Sebelumnya, Anggota Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun menyatakan dukungannya terhadap penambahan jumlah barang yang bisa dikenakan cukai, seperti baterai, minuman berpemanis, piringan cakram dan lain-lain.

Selain itu, menurut dia beban penerimaan negara dari cukai juga tiap tahun juga terus bertambah.

“Kalau kita lihat di negara lain memang variasinya banyak, ada yang daftarnya lebih dari 10, ada yang seperti Indonesia. Itu concern dari negara-negara sendiri untuk melindungi konsumen dan lingkungan,” ujar Heru.

Menurut Heru, nantinya pihaknya akan membuat skala prioritas. “Yang sudah selesai tahap kajian plastik, karbonasi pernah tapi akan kita kaji ulang,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia