JAKARTA. Harga nikel semakin kokoh akibat kekhawatiran terbatasnya persediaan. Kebijakan pertambangan di Filipina dan China memicu kekhawatiran pasar dan mendorong harga nikel. Mengutip Bloomberg pada Selasa (2/8), harga nikel kontrak pengiriman tiga bulan di London Metal Exchange menguat 1% ke US$ 10.840 per metrik ton dibandingkan sehari sebelumnya. Selama sepekan terakhir, harga nikel melambung 4,7%. Harga menguat di hari kedua dan berada di level tertinggi sejak satu tahun setelah Presiden Filipina, Rodrigo Duterte memperingatkan para penambang nikel di negara itu agar mematuhi standar lingkungan internasional.
Harga nikel sudah naik 29% sejak awal Juni saat Duterte dan Sekretaris Lingkungan Filipina, Gina Lopez meluncurkan kampanye membersihkan pertambangan dari pencemaran lingkungan di negara tersebut. Sejauh ini, Filipina telah menutup enam tambang atau 8% dari produksi negara tersebut di 2015. "Komentar Presiden Filipina memicu kekhawatiran pasar atas persediaan sehingga memberi dukungan harga," ujar Celia Wang, analis Grand Flow Resources, seperti dikutip Bloomberg. Direktur Utama PT Garuda Berjangka Ibrahim memaparkan, penutupan sejumlah tambang nikel di Filipina menyebabkan berkurangnya produksi. Padahal, Tiongkok sebagai konsumen utama bijih nikel mengurangi produksi dalam negeri. Pada pertengahan Juli, Pemerintah China melakukan reformasi komoditas, yakni memangkas hingga 800.000 tenaga kerja pada sektor komoditas. Hal tersebut untuk mengurangi beban pemerintah terhadap biaya operasional tambang yang lebih besar dari harga jual. "China fokus mengimpor bijih nikel, sementara produksi dikurangi," papar Ibrahim.