Kebijakan fiskal harus jadi ujung tombak penggerak ekonomi saat ini



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kasus Covid-19 yang meledak lagi bisa menekan perekonomian lagi. Dalam situasi seperti ini, stimulus fiskal dibutuhkan untuk menopang ekonomi tidak semakin tertekan.

Pengaat ekonomi Ryan Kiryanto mengatakan, dalam situasi pandemi Covid-19 serta diiringi dengan melonjaknya kasus yang positif secara harian, sangat penting bagi pemerintah mengoptimalkan anggaran belanja yang ada di kementerian atau lembaga. Menurut dia, kebijakan fiskal lebih tepat dan sangat dibutuhkan untuk menjadi stimulus bagi perekonomian.

Ryan menilai, kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) yang diakomodatif sudah berada di jalur yang benar. Suku bunga acuan BI saat yang sekitar 3,5% sudah cukup rendah. Suku bunga kredit perbankan juga sudah turun.


Baca Juga: Pemerintah siapkan dana daerah untuk penanganan Covid-19

Kebijakan non suku bunga juga sudah dirilis BI, misalnya relaksasi rasio Giro Wajib Minimum (GWM), menurunkan loan to value (LTV) atau down payment untuk sektor perumahan dan otomotif. Kebijakan OJK di sektor keuangan pun sangat akomodatif untuk menstimulasi sektor keuangan atau perbankan dan sektor riil untuk bertahan dan berlanjut melewati masa pandemi. Terutama melalui POJK Nomor 11 dan Nomor 40 Tahun 2020 tentang restrukturisasi kredit atau pembiayaan bagi debitur terdampak Covid-19.

Bahkan, Dana Moneter Internasional (IMF) pun menyebut, kebijakan moneter dan keuangan  yang ada sudah cukup. Maka itu, Ryan mengatakan, kini saatnya kebijakan fiskal berada di garda depan untuk membangkitkan perekonomian.

Kecepatan penyerapan belanja pemerintah pusat dan pemerintah daerah menjadi kunci utama menggerakkan roda perekonomian.

“Tentu dalam menyerap belanja tadi tetap dalam koridor protokol kesehatan yang disiplin dan ketat. Paralel dengan itu, program vaksinasi sebagai game changer harus terus dijalankan secara merata di seluruh Tanah Air, terutama untuk daerah dengan status zona merah,” ujar Ryan kepada Kontan.co.id, Senin (21/6).

Ryan mengatakan, pelebaran defisit APBN tidak akan menjadi persoalan karena 2021 secara politik anggaran boleh melampaui 3% dari produk dometik bruto (PDB) Indonesia. Yang menjadi persoalan adalh lambatnya serapan belanja daerah sehingga ini tidak produktif untuk menggerakkan perekonomian.

Dus, Ryan menyarankan agar akselerasi belanja pemda juga penting, di saat kalangan dunia usaha menunggu pelaksanaan proyek-proyek strategis nasional. Terutama dibidang infrastruktur yang padat modal dan padat karya serta memiliki multiplier effects yg luas bagi perekonomian nasional.

Selanjutnya: Perpanjang insentif pajak, Sri Mulyani batasi penerima lima insentif jenis ini

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat