Kebijakan GWM-LDR belum akan berdampak signifikan



JAKARTA. Bank Indonesia (BI) segera merampungkan aturan kebijakan makroprudensial terbaru bagi perbankan. Bank sentral pada Juni mendatang akan merilis aturan mengenai perluasan cakupan definisi simpanan dengan memasukkan surat-surat berharga yang diterbitkan bank dalam perhitungan rasio pinjaman terhadap simpanan atau loan to deposit ratio (LDR) dalam kebijakan GWM-LDR. Relaksasi LDR yang turut memperhitungkan surat-surat berharga yang diterbitkan oleh perbankan akan masuk pada konsep Liquidity Funding Ratio (LFR) dan akan menggantikan LDR. Dengan definisi LDR yang baru ini, bank-bank yang sudah memenuhi persyaratan untuk memberikan kredit kepada sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) sampai dengan tahun ini lebih besar daripada yang ditentukan yaitu 5%, akan mendapatkan kelonggaran berupa ekspansi kredit hingga 94%. Relaksasi GWM-LDR dengan hitungan LFR ini dilakukan dalam rangka momentum menjaga pertumbuhan ekonomi. Selain itu, insentif berupa pelonggaran ekspansi kredit mencapai 94% itu dilakukan untuk mendorong peningakatan dan pertumbuhan kredit sektor UMKM. Selain itu, bank sentral memberikan persyaratan tambahan. Ekspansi kredit bank boleh mencapai 94%, asalkan rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) dari bank tersebut baik secara gross maupun juga NPL kredit sektor UMKM, tidak boleh melebihi 5%. Perbankan menyambut baik definisi perluasan LFR ini. Direktur Keuangan Bank Rakyat Indonesia (BRI), Haru Koesmahargyo menuturkan, tujuan akhir dari relaksasi ini adalah ekonomi dapat bergerak dan bertumbuh. Dengan relaksasi ini maka bank akan memiliki kelonggaran sehingga memiliki kemampuan untuk menambah kemampuan penyaluran kredit lebih banyak. Meski begitu, kata Haru, yang harus diperhatikan oleh regulator adalah pemberian insentif bagi nasabah kredit sektor UMKM. Dengan pemberian insentif kepada debitur UMKM, maka akan ada pelonggaran dari sisi nasabah pula. Sehingga, peningkatan pertumbuhan kredit sektor UMKM lebih bisa cepat terealisasi. "Peningkatan permintaan dan pertumbuhan kredit sektor UMKM tidak signifikan. Insentif buat bank adalah membantu dari sisi bank. Tapi sekali lagi, permintaan kredit dari debitur turun. Sehingga dampaknya tidak akan signifikan," jelas Haru. Haru menyebutkan, sampai dengan Mei ini, pertumbuhan kredit secara keseluruhan melambat. Meski begitu, perlambatan kredit mikro relatif lebih rendah dibanding dengan perlambatan kredit lainnya. Lebih lanjut Haru mengungkapkan, pertumbuhan kredit segmen menengah di BRI merupakan kredit yang tumbuhnya paling melambat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Uji Agung Santosa